*Adab Pelajar Terhadap Pelajarannya (Adab al-Muta’allim fii Durusihi).*
*Oleh: Samik bin Makki (Dosen UNESA dan Pembina Majelis Islam Kaffah)*
Selain adab pelajar terhadap dirinya
sendiri dan terhadap gurunya, pelajar juga harus menghiasi dirinya dengan adab
terhadap pelajarannya. Pelajar yang mengamalkan adab ini in syaa Allah akan
lebih mendapatkan manfaat dan keberkahan terhadap pelajaran yang sedang
dipelajarinya, serta lebih efektif dan efisien dalam mempelajarinya. Adapun
adab-adab yang harus ia pegang dan laksanakan adalah sebagai berikut:
*1.
Memulai pelajaran dengan pelajaran-pelajaran yang sifatnya fardlu ‘ain seperti:*
*a.
Hendaknya pelajar memperbaiki bacaan Al Qur’annya* sebelum menghafalkannya, karena bacaan yang salah akan
berdampak pada kesalahan arti, pemahaman dan hafalannya, sehingga bisa
menyimpang.
*b.
Mempelajari ilmu tauhid* yaitu
ilmu yang mempelajari tentang ke Esa-an Tuhan. Ilmu ini akan memperkokoh
aqidah/keimanan pelajar sehingga ia mempunyai keyakinan bahwa Allah SWT adalah
pencipta sekaligus pengatur, yang telah menciptakan dan memberi aturan pada
semua ciptaanNya. Keyakinan yang kuat dan benar akan membuat sesorang bangkit,
lebih terikat terhadap syari’at/aturan islam sehingga orang tersebut akan lebih
semangat, optimis, dan ikhlas dalam melaksanakan aturannya. Selain ikhlas,
syarat diterimanya suatu ibadah adalah sesuai dengan tuntunan syari’at islam,
sehingga pelajar juga wajib mempelajari ilmu fiqh.
*c. Mempelajari ilmu fiqh*,
ilmu yang membahas masalah-masalah syari’at islam yang bersifat praktis, dan
digali dari dalil-dalil syara’ yang rinci. Ilmu ini mampu mengantarkan kepada
pemiliknya untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan beribadah yang benar,
dimulai dari cara-cara bersuci, shalat, puasa, zakat, muamalah, nikah,
adab, dan lain-lain.
*d. Ilmu
tasawuf*, ilmu yg mengajarkan jalan menuju
kesempurnaan batin, menjelaskan tentang keadaan–keadaan, maqam, tingkatan, dan
membahas tentang rayuan dan tipu daya nafsu dan hal-hal yang berkaitan
dengannya. Orang yang mempelajari ilmu tasawuf bisa menghindari penyakit hati
(seperti riya’, sombong dan lain-lain), lebih ikhlas dan nikmat dalam
beribadah.
*2.
Setelah mempelajari ilmu-ilmu yang bersifat fardlu ‘ain maka hendaklah dalam
langkah selanjutnya ia mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan tafsir Al
Qur’an* seperti hadits, ilmu hadits, fiqh,
ushul fiqh, bahasa arab (nahwu dan sharaf), dan lain-lain. al Qur’an merupakan
kitab suci yang kandunagn isinya bersifat universal, oleh karenanya dibutuhkan
alat untuk menafsiri isi Al qur’an tersebut yaitu Hadits. Imam Syafi’i berkata
: “Barang siapa yang mampu mempelajari kitab hadits, maka ia akan memiliki
hujjah yang sangat kuat”. Ia harus bersungguh-sungguh dalam memahami tafsir Al
Qur’an dan beberapa ilmu yang lain, karena Al Qur’an merupakan sumber dari
segala ilmu sekaligus induk dan ilmu yang paling penting. Hendaknya pelajar
mampu menjaga Al qur’an dengan istiqamah membacanya dan menghafalkannya. Sebelum
menghafalkan sesuatu hendaknya pelajar mentashihkan terlebih dahulu kepada guru
untuk didengar dan diperbaiki. Setelah menghafalkan materi pelajaran, hendaklah
diulangi sesering mungkin dan dijadikan kebiasaan yang dilakukan setiap hari.
*3. Selain
ilmu-ilmu di atas, pelajar yang bercita-cita menjadi ilmuwan/praktisi tertentu
seharusnya memperkaya pengetahuannya dengan ilmu yang berkaitan dengan
cita-citanya* seperti ilmu kimia, fisika,
biologi, teknik, kedokteran, hukum, ekonomi, dan lain-lain. Hendaknya pelajar
memiliki cita-cita tinggi, menjadi muslim yang profesional, sukses dan mulia
serta berkepribadian islam, ibaratnya kaki boleh dibumi tapi cita-cita
menggelantung diangkasa, sehingga tidak boleh merasa cukup hanya memiliki ilmu
yang sedikit, padahal ia masih mempunyai kesempatan yang cukup untuk mencari
ilmu sebanyak-banyakanya.
*4.
Menggunakan kesempatan dengan sebaik-baiknya*
untuk selalu belajar sebelum datangnya perkara yang bisa mencegah untuk menimba
ilmu. Tokoh para tabi’in, Sa’id bin Jubair r.a. berkata; “Seseorang selalu
mendapat sebutan orang yang alim bila ia selalu belajar, menambah ilmu. Namun
apabila ia telah meninggalkan belajar dan menyangka bahwa dirinya adalah orang
yang tidak membutuhkan terhadap ilmu (merasa pintar), maka sebenarnya ia adalah
orang yang paling bodoh”. Waktu yang paling baik untuk belajar adalah permulaan
masa-masa jadi pemuda, waktu sahur berpuasa dan waktu di antara magrib dan
isya'. Tetapi sebaiknya menggunakan seluruh waktu yang ada untuk belajar.
Muhammad Ibnul Hasan semalam tanpa tidur, selalu bersebelahan dengan
buku-bukunya, dan bila telah merasa bosan suatu ilmu, berpindah ilmu yang lain.
Iapun menyediakan air penolak tidur di sampingnya, dan ujarnya: "Tidur itu
dari panas api, yang harus dihapuskan dengan air dingin". Apabila Ibnu
Abbas telah bosan mempelajari Ilmu Kalam, maka katanya: "Ambillah kitab
para penyair?".
*5. Pada
setiap materi pelajaran semestinya pelajar harus berpegang teguh pada guru yang
ahli* dibidangnya, bisa memberikan
pengajaran, pendidikan yang baik terhadap materi tersebut dan lebih
mengutamakan praktek. Hindari pikiran bahwa dirinya penuh kesempurnaan, tidak
membutuhkan petunjuk-petunjuk guru dalam mempelajari ilmu, karena hal itu
merupakan hakekat dari kebodohan dan kesombongan.
*6. Bagi
pelajar pemula, hendaknya menghindari pembahasan mengenai hal-hal yang
masih terdapat perbedaan pandangan* (khilafiah)
di antara para ulama’ baik yang berhubungan masalah-masalah pemikiran,
metode, atau masalah rumit lainnya. Hal ini karena dapat membingungkannya,
jenuh, dan tidak tenang. Bahkan sejak awal ia harus berpegang pada hanya satu
kitab saja dalam satu materi pelajaran tertentu, menghindarkan diri mempelajari
berbagai macam buku karena hal itu bisa menyia-nyiakan waktunya dan tidak bisa
fokus pada satu pelajaran bahkan ia harus memberikan seluruh kitab-kitab dan
pelajaran yang ia ambil kepada gurunya untuk dilihat sampai dimana kemampuan
pelajarnya sehingga guru bisa memberikan bimbingan dan arahan sampai pelajar
yakin dan mampu dalam menguasai palajarannya. Namun apabila pelajar sudah
mempunyai dasar, latar belakang kemampuan yang sudah memadai maka dia bisa
menggunakan beberapa buku untuk meningkatkan kemampuan yang ia miliki.
*7.
Hendaklah mempelajari secara komprehensif masalah-masalah yang rumit setelah
dapat mengkaji dan menguasai masalah-masalah yang sederhana.* Ketika pelajar telah mampu menjelaskan terhadap apa yang ia
hafalkan walaupun masih dalam tahap ikhtishar dan bisa menguraikan kesulitan
yang ada dan faidah-faidah yang sangat penting, maka ia diperbolehkan pindah
untuk membahas kitab-kitab besar serta tiada henti, terus menerus menelaah
tanpa mengenal rasa lelah.
*8.
Hendaknya pelajar berangkat lebih awal dalam rangka untuk mencari ilmu, rutin
mengikuti kajian/diskusi dengan gurunya dalam setiap pelajaran, tidak boleh absen kecuali karena alasan syarie. Jika
memungkinkan, sebaiknya ia membaca/mempelajari materi yang akan diterimanya.
sehingga ia akan lebih siap menerima materi, lebih faham, mendapat kebaikan,
menghasilkan sesuatu yang ia cita-citakan, serta memdapatkan keutamaan dan
kemuliaan. Selain persiapan materi, ia juga seharusnya mempersiapkan buku dan
alat tulis sehingga ketika proses belajar mengajar bisa mencatat, memberi
keterangan, memperbaiki dan membenerkan hal-hal yang perlu diperbaiki baik dari
segi bahasa, konsep, contoh dan lain-lain.
*9. Ketika
hadir dalam majelis ilmu, pelajar harus bersungguh-sungguh* dalam setiap pelajaran yang diterangkan oleh gurunya,
dengan tekun, konsentrasi dan penuh perhatian, apabila hal itu bisa ia lakukan
dan hatinya tidak merasa keberatan, dan selalu mengadakan musyawarah dengan
para sahabatnya sehingga setiap pelajaran yang telah disampaikan oleh gurunya
ia kuasai dengan baik. Apabila ia tidak mampu untuk menguasai secara keseluruhan,
maka hendaknya ia memprioritaskan pelajaran yang lebih penting terlebih dahulu
kemudian baru pelajaran yang lain.
*10.
Selain bersungguh-sungguh, pelajar juga harus sopan santun, menjaga adab
majelis* seperti mengucapkan salam kepada
seluruh peserta yang telah hadir dengan suara yang bisa mereka dengar dengan
jelas, apalagi terhadap gurunya dengan memberikan salam penghormatan yang lebih
tinggi dan memuliakannya. Ia tidak diperkenankan melewati orang–orang yang ada
di tempat tersebut untuk mendekat pada guru, kecuali apabila guru atau peserta
yang lain memintannya untuk maju. Pelajar tidak boleh berdesak-desakan jika
masih ada tempat kosong, tidak boleh duduk diantara dua orang yang bersahabat
kecuali mereka merelakannya, dan tidak boleh duduk di atas orang yang lebih
mulia di bandingkan dengan dia sendiri. Menjaga kesopanan duduk dihadapan guru
dan juga harus memperhatikan kebiasaan, tradisi yang selama ini dipakai,
diterapkan oleh guru dalam mengajar.
*11.
Pelajar hendaknya tidak boleh malu menanyakan sebuah persoalan yang belum ia
fahami* dengan baik dan benar dengan
menggunakan bahasa yang baik dan sopan santun. Hendaknya ia juga tidak malu
mengucapkan seperti ini: “Aku belum faham”, apabila ia ditanya oleh
gurunya , apakah engkau faham? sedangkan ia sendiri belum faham. Ketika Abu
Yusuf ditanyakan: "Dengan apakah tuan memperoleh ilmu? beliau menjawab:
"Saya tidak merasa malu belajar dan tidak kikir mengajar". Ketika
ditanyakan kepada Ibnu Abbas ra: "dengan apakah tuan mendapat ilmu?"
beliau menjawab : "Dengan lisan banyak bertanya dan hati selalu
berpikir". Mujahid ra. berkata : “Orang yang mempunyai sifat malu bertanya
dan orang yang sombong tidak akan bisa mempelajari ilmu”. Pelajar tidak
boleh mennyakan sesuatu yang bukan pada tempatanya, kecuali karena ia
membutuhkannya atau ia mengerti dengan memberikan solusi kepada gurunya
untuk bertanya. Apabila guru tidak menjawab, maka hendaknya ia jangan
memaksannya, namun apabila belaiu menjawab dan kebetulan salah, maka
santri tidak boleh membantahnya seketika.
*12.
Pelajar harus antri dengan tertib*,
tidak mendahului peserta yang lain kecuaili apabila ia mengizinkannya, bila
dalam belajar menggunakan sistem Sorogan
(metode belajar dengan maju satu persatu dan langsung disimak dan
diperhatikan oleh ustadznya). Suatu ketika ada seorang lelaki dari sahabat
anshar menjumpai rasulullah, sambil bertanya mengenai sesuatu, setelah itu
datang lagi seorang laki-laki dari Bani Tsaqib kepada beliau, juga bertujuan
yang sama, menanyakan sesuatu kepada beliau, kemudian nabi Muhammad SAW
menjawab : “Wahai saudaraku dari Bani Tsaqif, duduklah! Aku akan memulai
mengatakan sesuatu yang dibutuhkan oleh sahabat Anshar tadi, sebelum
kedatanganmu”. Al Khatib berkata “Bagi orang-ornag yang datangnya lebih dulu
disunnahkan untuk mendahulukan orang yang jauh dari pada dirinya sendiri,
karena untuk menghormatinya. Begitu juga bagi orang yang datang belakangan
apabila mempunyai kebutuhan, keperluan yang sifatnya wajib dan orang yang lebih
awal mengerti akan keadaanya maka hendaknya ia didahulukan, diutamakan. Atau
guru memberikan sebuah isyarat untuk mengutamakannya karena adanya
kemaslahatan, kebaikan yang tersembunyi di dalamnya maka ia disunnahkan untuk
diutamakan. Mendapat giliran lebih awal sebenarnya bisa diperoleh dengan cara
datang lebih awal pada majelis. Hak yang dimiliki oleh seseorang tidak akan
pernah gugur sebab perginya orang tersebut karena sesuatu yang bersifat
darurat, misalnya menunaikan hajat, memperbarui wudu’ dengan ketentuan apabila
ia kembali pada tempat semula. Apabila ada dua orang yang saling mendahului
atau saling rebutan tempat, maka hendaknya keduanya di undi, atau guru yang
menentukan mana yang lebih dulu berhak menempatinya.
*13. Pelajar hendaknya membawa buku bacaan dan buku tulisnya
serta membantu membawakan buku gurunya*
dengan kedua tangannya, tidak boleh meletakkan buku gurunya dalam keadaan
terbuka, tidak diperbolehkan membaca buku gurunya kecuali atas izin beliau. Apabila
gurunya memberikan izin, maka ia sebelum membaca kitab dan sebelum
belajar hendaknya membaca, taawwudz, basmalah, hamdalah, sholawat kepada nabi
saw, keluarganya, para sahabatnya, kemudian mendoakan kepada gurunya, orang tua
para gurunya, dirinya sendiri, kaum muslimin semuanya serta memintakan rahmat
kepada allah untuk pengarang kitab.Apabila selesai belajar, hendaknya ia juga
mendoakan gurunya. Apabila pelajar tidak memulai dengan hal-hal tersebut, baik
karena lupa /yang lain, maka hendaknya guru mengingatkan dan mengajarinya,
karena hal itu termasuk etika, akhlak yang paling penting.
*Salah satu cara untuk memperkuat hafalan yaitu ketika mengambil buku
berdo'a:*
بسم
الله وسبحان الله والحمد لله ولا إله إلا الله، والله اكبر، لا حول ولا قوة إلا
بالله العلى العظيم العزيز العليم،
عدد كل حرف كتب ويكتب أبد الآبدين ودهر
الداهرين.
Bimillahi wasubhanallohi
walhamdulillahi wala illaha illallohu wallohu akbar wala haula wala kuwwata
illa billahil a'liyyil a'zhimil a'jijil a'limi a'dada kulli harfin kutiba
wayuktabu abadal abidina wadahroddahirina.
Artinya: Dengan menyebut nama Allah,
Maha suci Allah, segal puji milik Allah dan tiada tuhan selain Allah yang Maha
Agung, tiada daya dan kekuatan selain atas pertolongan Allah Yang Maha Mulya,
Agung, Luhur, Lagi Mah Mengetahui, sebanyak huruf yang tertulis dan akan di
tulis, berabad-abad dan sepanjang masa.
*Setiap selesai menulis berdo'a :*
آمنت
بالله الواحد الأحد الحق، وحده لا شريك له، وكفرت بما سواه
Amantu billahil wahidi wahdahu
lasyarika lahu wakapartu bima siwahu.
Artinya: Aku beriman kepada Allah
Yang Tunggal, Maha Esa, berkesendirian tiada teman dalam ketuhannaNya, dan saya
hindari dari bertuhan kepad selainNya.
*14. Menekuni
pelajaran dengan optimal*, tidak
berpindah pada pelajaran yang lain sebelaum pelajaran yang pertama bisa
difahami dengan baik, tidak boleh pindah baik dari negara ke negara yang lain,
atau dari satu madrsah kemadrasah yang lainkecuali sudah faham, darurat dan ada
keperluan yang sangat mendesak,. Karena hal itu akan menimbulkan berbagai macam
persoalan, membuat hati menjadi resah dan menyia-nyiakan waktu dengan percuma
tampa ada hasilnya.
*15. Selalu
mengingat-ingat (mudzakarah)
setiap pelajaran* dari gurunya, berupa manfaat,
qaidah, definisi, batasan, contoh dan lain sebagainya, karena mengingat–ingat
mempunyai manfaat yang sangat besar. Khataib Al Baghdadi telah berkata:
“Bahwa mudzakarah, mengingat pelajaran yang paling baik adalah
dilakukan pada waktu malam hari. Sekelompok jama’ah rombongan dari ulama’
salaf mereka memulai mudzakarah mulai setelah
isya’, mereka tidak beranjak dari tempat mudzakarah tersebut
selama belum berkumandang adzan subuh, apabila santri tidak menemukan teman
yang bisa untuk diajak mudzakarah, maka hendaknya ia melakukannya
sendiri, ia mengulangi setiap kata yang ia dengar dalam hatinya supaya menancap
dan membekas dalam lubuk hatinya. Mengulangi kata dalam hati itu sama dengan
mengulangi kata pada lisan. Gunakan akal untuk berfikir baik ketika mengulangi
atau ketika dihadapan gurunya, biasakan diri untuk menggunakan kekuatan
otak yang dimiliki.
*16. Hendaknya
pelajar bertawakkal kepada Allah,*
tidak menyibukkan dirinya dengan masalah rizki, permusuhan dan bertentangan
dengan seseorang, menjauhkan diri dari pergaulan orang-orang yang ahli maksiat
dan pengangguran. Karena dapat menimbulkan dampak yang negatif.
*17. Ketika
sedang belajar hendaknya menghadap kiblat, banyak mengamalkan, melakukan
tradisi-tradisi rasululah SAW, mengikuti ajakan ahli kebaikan, menjauhkan
diri dari doanya orang yang dianiaya (madzlum), dan memperbanyak shalat
dengan segala kekhusukan.*
*18. Bersemangat
dalam menggapai kesuksesan dengan diwujudkan pada kegiatan-kegiatan yang
positif* dan bermanfaat serta berpaling dari
kegiatan negatif dan sia-sia.Selain mampu memotivasi dirinya sendiri, pelajar
juga sebaiknya memotivasi teman-temannya untuk senantiasa antusias dalam
menggapai ilmu yang bermanfaat
*19. Hasil-hasil
pendidikanya tidak hanya sebagai suatu nasehat dan peringatan yang berharga
pada dirinya, tetapi pelajar juga harus mampu mengamalkan dan menyebarkan
ilmunya* sehingga ilmu itu bisa membawa
berkah, manfaat dan bersinar serta mendapat pahala yang luar biasa.Bagi
orang-orang yang tidak mampu mengamalkan berarti ia tidak memiliki ilmu yang
mumpuni, kalaupun toh memilki ilmu, maka ilmunya kurang bermanfaat.
*20. Ilmu
yang dimilikinya tidak membuat dirinya menjadi sombong.* Pelajar wajib bersyukur kepada Allah SWT, selalu
mangharapkan tambahan ilmu dari-Nya dengan cara mensyukuri secara terus
menerus, berakhlakul karimah, serta menjaga diri dari hak-hak yang dimilki oleh
teman, saudara, baik seagama atau seaktifitas. Berusaha melupakan dan menutupi kejelekan
mereka, memaafkan segala kekeliruan dan mensyukuri terhadap terhadap
orang-orang yang berbuat bagus. Imam Abu Hanifah berkata: "Kudapatkan
ilmu dengan bersyukur dan memuji Allah. Tiap-tiap berhasil kufahami fiqh dan
hikmah selalu saja kuucapkan Alhamdulillah. Dengan cara itu, jadi berkembanglah
ilmuku."
*Referensi:*
Syaikh Az-Zarnuji, Ta'limul
Muta'alim Thariqatta'allum
Kyai Hasyim Asy’ari, Adab al-Alim Wa
al-Muta’allim.
Ibnu Jamâ’ah, Tadzkirah al-Sâmi’ wa al-Mutakkalim fî Adab al-‘Ilm wa al-Muta’allim
Ibnu Jamâ’ah, Tadzkirah al-Sâmi’ wa al-Mutakkalim fî Adab al-‘Ilm wa al-Muta’allim
Sumber tulisan: http://majlisislamkaffah.blogspot.co.id/2018/01/adab-pelajar-terhadap-pelajarannya.html
0 comments:
Post a Comment