• Bijak dalam bersosial media

    Mari perdalam agama islam secara kaffah/menyeluruh, hati-hati dalam copas dan share sosmed, ikuti pendapat ulama yang ikhlas dan benar.

  • Islam adalah agama yang Sempurna

    Kebenaran Islam tidak terbantahkan oleh kebenaran apapun,buktikan. Pelajari secara mendalam kepada ustad/ustazah yang benar dan ikhlas

  • Sosial Media bagaikan pisau bermata dua

    Mari gunakan sebaik-baiknya, cerdas dan arif dalam penggunaannya serta tidak menyalahi aturan islam

Monday, August 27, 2018

Tips Menghafal Al quran U.AbdulSomad

Bagaimana supaya Al quran melekat di hati dan tidak lupa?
@UstadzAbdulSomad


1. Pilih waktu yang tepat untuk menghafal Al-Quran, dianjurkan setelah selesai Shalat Subuh.

2. Baca pada shalat qabliyah dan ba'diyah sebagai latihan dan pengulangan

3. Menuliskan teks hafalan Al-Quran pada kertas

4. Memperdengarkan hafalan kepada teman.
===
Supported by: Perum Tahfid residen
الحمد لله
Telah hadir Perum Tahfid residen di Rangkah kidul sidoarjo, Islami + ada program tahfid untuk keluarga dan anak di perum tsb. Murah dan Mewah.

Tinggal 7 unit. Buruan booking, dari pada kehabisan atau harga DP dan cicilannya naik.
Selama agustus ada promo
DP 75jt, angsuran 4jt sampai lunas (10-13thn).

Hub: Samik 085731160005
Atau klik link wa berikut: wa tahfid residen
Info foto lengkap bisa dilihat di
http://propertisyarie.blogspot.com/2018/08/perum-tahfid-residen-murah-mewah.html?m=1 






Monday, August 20, 2018

Khutbah idul adha 2018 mengharukan dan keren

بسم الله الرحن الرحيم
HAJI DAN KURBAN:
KETAATAN, PERJUANGAN DAN PENGORBANAN

السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

الله أكبر 3 x الله أكبر 3 x الله أكبر 3 x
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ هُوَ اللهُ أَكْبَرُ. اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.

الْحَمْدُ للهِ الًّذِيْ جَعَلَ لَنَا عِيْدَ الْفِطْرِ وَ اْلأَضْحَى، وَ أَمَرَنَا بِالتقيد والتَّقْوَى، وَ نَهَانَا عَنِ  العصيان واتِّبَاعِ الْهَوَى.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ ، نِعْمَ الْوَكِيل وَنِعْمَ الْمَوْلَى، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المجتبى ، ومَنْ يُنْكرْهُ فَقَدْ ضَلَّ وغوى.

وَ صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَ حَبِيْبِنَا الْمُصْطَفَى، نِبِيِّ الْهُدَى، الَّذِيْ لاَ يَنْطِقُ عَنْ الْهَوَى، إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى، وَ عَلَى اَلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدقِ وَ الْوَفَا، وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الْجَزَا.

أَمَّا بَعْدُ:
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ، وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وزجر.

الله أكبر 3 x  و لله الحمد
Alhamdulillah. Milik-Nya segala keagungan. Untuk-Nya seluruh pujian. Bagi-Nya segala sanjungan. Dialah Zat Yang Maha Pengasih. Maha Penyayang.

Shalawat dan salam semoga senantiasa Dia limpahkan, kepada hamba sekaligus rasul pilihan. Baginda Nabi Muhammad saw. sang teladan. Shalawat dan salam semoga juga Dia limpahkan kepada keluarga, para sahabat dan umat beliau, hingga akhir zaman. Amiin.

Saudara-saudaraku sekalian, Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Saat ini, ada jutaan kaum Muslim. Dari seluruh penjuru bumi. Berkumpul di Tanah Suci. Memenuhi panggilan Ilahi. Menunaikan ibadah haji. Setiap tahun sekali. Selalu menjadi panorama yang amat memikat hati. Membuat siapapun berhasrat menginjakkan kaki. Di Tanah suci tempat kelahiran Baginda Nabi.

الله أكبر 3 x  و لله الحمد
Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Sebagaimana kita saksikan. Sebagaimana juga kita rasakan. Saat Idul Adha kita rayakan. Bangsa ini dirundung oleh ragam ujian. Tampak nyata hasrat untuk saling berebut kekuasaan. Tampak jelas nafsu untuk terus mempertahankan kekuasaan.

Ego pribadi. Kehendak golongan. Kepentingan partai. Tak jarang mendominasi. Saling sikut berebut kursi. Masing-masing siap mengorbankan apa saja. Bahkan mengorbankan siapa saja. Demi jabatan dan kekuasaan. Para pendukung dan pengikutnya pun setali tiga uang. Siap melibas dan melawan pihak lawan.

Saat yang sama. Rakyat terus ditimpa nestapa. Kemiskinan dan Pengangguran dimana-mana. Kriminalitas meraja-lela. Harga-harga barang melambung. Utang negara terus menggunung.

Di sisi lain, bencana demi bencana terus mengguncang negeri ini. Yang terkini adalah gempa bumi yang bertubi-tubi. Di NTB dan Bali. Semua ini tentu semakin menambah derita penduduk negeri tercinta ini.

Namun demikian, Saudara-saudaraku sekalian, hendaknya kita selalu menyadari. Semua duka pada akhirnya akan terhenti. Kecuali duka karena meninggalkan petunjuk Baginda Nabi. Semua bahagia pun akan sirna. Kecuali bahagia saat kita diakui sebagai umatnya.

الله أكبر 3 x  و لله الحمد
Saudara-saudaraku sekalian, Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Karena itu, di tengah nestapa dan derita bangsa ini, juga dalam momen Idul Adha yang begitu syahdu tahun ini, mari kita bayangkan sejenak. Peristiwa penting sekitar 14 abad yang lewat. Peristiwa yang dikenal dengan Haji Wada’. Beberapa bulan saja sebelum Baginda Nabi saw. menghadap kekasihnya yang mulia, Allah SWT.

Nabi berkhutbah di hadapan lebih dari 100 ribu jamaah haji. Tak hanya sekali. Beliau berkhutbah di Hari Arafah, Hari Idul Adha juga Hari Tasyriq. Wahai hadirin, simaklah baik-baik sebagian dari isi khutbah manusia agung ini:

"Wahai manusia, perhatikanlah kata-kataku ini. Aku tak tahu, boleh jadi sesudah tahun ini, dalam keadaan seperti ini, aku tak lagi akan bertemu dengan kalian.

Wahai manusia, sungguh darah dan harta kalian adalah suci bagi kalian, seperti sucinya hari ini, juga bulan ini, sampai datang masa di mana kalian menghadap Tuhan. Saat itu kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatan kalian.

Ingatlah baik-baik, janganlah kalian sekali-kali kembali pada kekafiran atau kesesatan sepeninggalku sehingga menjadikan kalian saling berkelahi satu sama lain.

Ingatlah baik-baik, hendaklah orang yang hadir pada saat ini menyampaikan nasihat ini kepada yang tidak tidak hadir. Boleh jadi sebagian dari mereka yang mendengar dari mulut orang kedua lebih dapat memahami daripada orang yang mendengarnya secara langsung." (HR al-Bukhari dan Muslim).

Beliau pun bersabda:

"Wahai manusia, ingatlah, Tuhan kalian satu. Bapak kalian juga satu.

Ingatlah, tak ada keutamaan bangsa Arab atas bangsa non-Arab. Tak ada pula keunggulan bangsa non-Arab atas bangsa Arab. Tidak pula orang berkulit putih atas orang berkulit hitam. Tidak pula orang berkulit hitam atas orang berkulit putih. Kecuali karena ketakwaannya." (HR Ahmad).

Beliau juga bersabda:

"Wahai manusia, sesungguhnya segala hal yang berasal dari tradisi jahiliah telah dihapus di bawah dua telapak kakiku ini. Riba jahiliah pun telah dilenyapkan.

Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan wanita (istri). Sebab kalian telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan telah menghalalkan farji mereka dengan kalimat-Nya.

Wahai manusia, sesungguhnya telah aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, yang menjadikan kalian tidak akan tersesat selama-lama jika kalian berpegang teguh pada keduanya. Itulah Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya." (HR Ibnu Khuzaimah).

الله أكبر 3 x  و لله الحمد
Saudara-saudaraku sekalian, Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Dari apa yang Baginda Nabi saw sampaikan di atas, ada sejumlah hal yang beliau nasihatkan kepada kita. Di antaranya:

Pertama, kita diingatkan oleh beliau untuk tidak merasa lebih mulia/utama dari bangsa lain. Tak selayaknya bangsa Arab merasa lebih mulia atas bangsa non-Arab. Tak sepatutnya bangsa non-Arab, termasuk kita di Nusantara ini, merasa lebih mulia dari bangsa Arab. Sebab kemuliaan manusia atas manusia lain di sisi Allah SWT hanya karena ketakwaannya. Takwa tentu saja harus dibuktikan dengan ketaatan total atas seluruh perintah dan larangan-Nya. Takwa tentu wajib diwujudkan dengan menjalankan semua syariah-Nya.

Kedua, kita diperintahkan oleh beliau untuk menjaga darah, harta dan kehormatan sesama. Tak boleh saling menumpahkan darah. Haram saling merampas harta. Terlarang saling menodai kehormatan sesama. Karena itu perintah untuk siap berkelahi dengan sesama saudara, dari siapapun datangnya, tak selayaknya kita ikuti. Sebab itu berpotensi untuk menumpahkan darah. Berpeluang mencederai harta. Bisa berujung pada penodaan kehormatan sesama.

Saudara-saudaraku sekalian, Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Ketiga, kita diperintahkan oleh beliau agar meninggalkan semua tradisi jahiliah. Di antaranya riba. Dalam segala bentuknya. Sayang. Hari ini riba bukan saja merajalela. Riba bahkan telah menjadi pilar ekonomi yang utama. Termasuk di negeri Muslim terbesar ini. Tidak aneh jika utang ribawi, dengan bunga sangat tinggi, sangat berpeluang membangkrutkan negeri ini. Akankah bangsa ini terus mengabaikan nasihat Baginda Nabi saw. ini? Padahal jelas, nasihat beliau untuk menjauhi riba lebih layak ditujukan kepada kita hari ini daripada ditujukan kepada para sahabat Nabi. Sebab pada masa para sahabat, riba sudah sejak awal dicampakkan dan dibuang sejauh-jauhnya.

Keempat, kita diperintahkan oleh beliau untuk memuliakan kaum wanita (istri-istri) kita. Tak sepatutnya kita menyakiti hati mereka. Tak selayaknya kita menistakan mereka. Sebab mereka adalah sahabat kita. Dalam suka dan duka. Teman setia, di dunia hingga ke surga. aamiin

Saudara-saudaraku sekalian, Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Kelima, kita diharuskan oleh beliau untuk senantiasa memelihara tali persaudaraan. Dengan sesama kaum Muslim. Layaknya saudara. Tak boleh saling mencerca. Haram saling mencederai. Terlarang saling mencaci-maki. Tercela jika sampai saling mem-bully. Apalagi mempersekusi.

Sayangnya. Hari ini tali persaudaraan seolah terlukai. Bahkan antar kelompok umat Islam bisa saling berhadap-hadapan. Asal berbeda mazhab, bisa saling bertindak tak beradab. Asal berbeda paham dalam masalah cabang, bisa saling melemparkan tudingan. Asal beda organisasi, bisa saling mem-bully. Asal beda kepentingan, bisa saling menggunting dalam lipatan. Kemanakah ruh berjamaah sebagai umat Nabi Muhammad? Kemanakah rasa kebersamaan sebagai satu kesatuan umat islam? Mereka seolah lupa, kaum Muslim itu bersaudara. Mereka harusnya saling menguatkan. Bukan saling melemahkan.

Keenam, kita pun diharuskan oleh beliau untuk selalu menyampaikan nasihat kepada orang lain. Sebab, kata Baginda Nabi saw., agama adalah nasihat. Di antara nasihat yang paling utama adalah nasihat yang ditujukan kepada penguasa. Karena itu sudah sepantasnya kita tak perlu takut untuk menyampaikan nasihat kepada penguasa. Agar mereka tidak terus dalam kesesatan. Agar mereka tidak terus dalam penyimpangan. Agar mereka tidak terus melakukan kezaliman. Kezaliman terbesar penguasa tidak lain adalah saat mereka tidak menerapkan hukum-hukum al-Quran. Saat mereka tidak menerapkan syariah Islam. Itulah yang Allah SWT tegaskan:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
"Siapa saja yang tidak memerintah dengan apa yang Allah turunkan (al-Quran), mereka itulah kaum zalim." (QS al-Maidah [5]: 45).

Karena itu tugas kitalah, segenap komponen umat Islam, untuk terus mendorong penguasa agar memerintah dengan al-Quran. Agar mereka berhukum hanya dengan hukum Islam. Di seluruh ruang-ruang dan sendi-sendi kehidupan.

Ketujuh, kita diwajibkan oleh beliau untuk selalu berpegang teguh pada al-Quran dan as-Sunnah. Baginda Nabi saw. Telah menjamin. Siapapun yang istiqamah berpegang teguh pada keduanya, tak akan pernah tersesat selama-lamanya.

Sayang. Apa yang dipesankan Baginda Nabi saw. 14 abad lalu, tak banyak diindahkan  hari ini. Al-Quran dan as-Sunnah banyak yang tidak lagi pedulikan. Kecuali sebatas bacaan. Isinya diabaikan. Hukum-hukumnya dicampakkan. Pantaslah, jika saat ini, bangsa ini seperti tersesat di jalan. Pantas pula negeri ini dirundung aneka persoalan. Lalu sampai kapan al-Quran dan as-Sunnah akan terus kita abaikan?  

الله أكبر 3 x  و لله الحمد
Saudara-saudaraku sekalian, Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Di momen Idul Adha ini, kita juga kembali mengenang kisah teladan abadi, dari dua Nabi yang taat pada Tuhannya dengan ketaatan tanpa mengenal kata “tapi”. Ibrahim as menyembelih putra yang dicintai, Ismail as. Berdasarkan mimpi yang merupakan wahyu ilahi.

Wahai hadirin simaklah sepenggal kisah tentang cinta yang amat romantis, sekaligus dramatis, namun berakhir manis. Dalam ucapan Ismail berikut:

"Wahai ayahku, ikatlah tubuhku, agar aku tidak meronta. Jagalah bajumu agar tidak terkena darah, jika terlihat oleh Ibu, hal itu akan membuatnya sedih. Percepatlah dalam menyembelihku, agar kematian itu menjadi ringan bagiku. Palingkanlah wajahku, agar engkau tak memandang wajahku, lalu engkau merasa kasihan padaku. Dan agar aku tak melihat tajamnya pisau hingga rasa takut menyergapku. Wahai ayah, jika engkau pulang dan bertemu ibu, sampaikan salamku”. (Tafsir Imam Qurthubi juz 15 hlm. 104)

Ketundukkan yang total seperti inilah yang Allah gambarkan dalam al Quran:

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). (QS. Ash-Shoffat: 103))

Nabi Ibrahim lalu meletakkan pisau di leher putranya, menggerakkannya dengan cepat di leher Ismail,  sementara Malaikat Jibril bertakbir: “Allahu Akbar. Allahu Akbar”. Lalu Ismail bertahlil dan bertakbir “Laa ilaha illaLlah wallahu Akbar”. Nabi Ibrahim kemudian mengucapkan “Allahu Akbar walillahilhamd”. Apa yang terjadi? Apa yang berlaku? Pisau tajam yang ada di tangannya tak sanggup menembus kulit putranya. Allah berseru kepada nabi Ibrahim:

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا

"Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim. Sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu." (QS. Ash-Shaffat: 104-105)

Kisah yang selayaknya menjadi ibrah Bagi umat Islam, sepanjang zaman. Agar kita ringan berkorban harta dan jiwa di jalan Allah. Bukankah Allah SWT pun telah berfirman:

لَنْ تَنَالُوْا الْبِرَّ حَتَى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ

"Sekali-kali kalian tidak akan sampai pada kebajikan sebelum kalian menginfakkan harta (di jalan Allah) yang paling kalian cintai." (QS Ali Imran [3]: 92).

Wahai saudaraku, Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Saat syariah Islam seolah haram untuk diterapkan. Hanya karena satu tuduhan tak beralasan: bisa mengancam kebhinekaan. Demikian pula institusi penerap syariah, yakni Khilafah Islam, juga terlarang diperjuangkan. Bahkan tak boleh meski sekadar diwacanakan. Para aktivisnya mereka kriminalisasikan. Organisasinya mereka bubarkan. Dengan tuduhan yang diada-adakan. Padahal jelas, Khilafah adalah bagian penting dari ajaran Islam, yang wajib ditegakkan. Sebagaimana dinyatakan oleh al-Syaikh Abdurrahman al-Jaziri dalam kitab al-Fiqh 'ala al-Madzahib al-Arba'ah (Fiqh Empat Madzhab):

"Para imam madzhab -rahimahumullah- telah bersepakat bahwasannya khilafah adalah fardhu (wajib), bahwasannya kaum muslim harus memiliki seorang khalifah ..., dan bahwasannya tidak boleh kaum muslim sedunia di waktu yang bersamaan memiliki dua orang khalifah. Baik keduanya sejalan, maupun berseberangan."

Maka keteladanan keluarga Ibrahirim bagi kita menjadi sangat relevan. Menjadi bahan bakar api perjuangan. Yang tak boleh padam. Meski rintangan melintang. Ancaman menghadang. Kita wajib terus berjuang. Hingga meraih kemenangan. Atau hingga saatnya kita dipanggil pulang. Dengan meraih keridhoan-Nya.

الله أكبر 3 x  و لله الحمد

Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Inilah sesungguhnya esensi ibadah haji dan kurban. Kita diajari tentang cinta, ketaatan dan kepatuhan total kepada Allah SWT. Kita pun diajari tentang keharusan untuk berkorban. Mengorbankan apa saja yang ada pada diri kita. Semata-mata demi kemuliaan Islam dan kaum Muslim.

Karena itu dengan mengambil ibrah dan keteladanan berupa cinta, ketaatan dan pengorbanan Nabiyullah Ibrahim dan Ismail as. dan Baginda Rasulullah saw., mari kita songsong kembali masa depan cerah peradaban umat manusia di bawah naungan Islam.

بارك الله لى ولكم فى القرأن العظيم ونفعنى وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم وتقبل منى ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم

أقول قولى هذا وأستغفر الله العظيم لى ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم

Khutbah kedua
الله أكبر 7x
Muqaddimah, wasiat takwa, sholawat ibrahimiyah

Doa
Ya Allah, ya Tuhan kami. Inilah hari yang penuh berkah dan keberuntungan. Hari ini berkumpul kaum Muslim. Memenuhi sudut-sudut bumi-Mu. Hadir di antara mereka pemohon, peminta dan perindu. Ada di tengah-tengah mereka yang kini merasakan ketakutan dan mengharapkan perlindungan-Mu.

Ya Allah, sekiranya pada hari ini, Engkau hanya menerima tobat orang-orang yang berserah diri dan mengakui segala dosa, maka demi keagungan-Mu, kami berserah diri dan mengakui segala dosa-dosa kami.

Ya Allah, ya Tuhan kami. Jadikanlah ibadah haji saudara-saudara kami di Tanah Suci, haji yang mabrur, sai yang maqbul, dosa yang diampuni, amal shalih yang diterima dan usaha yang tak akan pernah merugi.

Ya Allah, angkatlah cobaan-Mu atas penduduk negeri ini. Selamatkan kami dari kesempitan dan azab yang pedih, yang Engkau turunkan dari atas kami, atau dari bawah kami, atau dengan perpecahan di antara kami.

Ya Allah, persatukanlah hati-hati kami. Perbaikilah keadaan kami. Tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan. Entaskanlah kami dari aneka kejahatan. Yang tampak maupun yamg tersembunyi. Berkatilah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami dan hati-hati kami. Berkatilah istri-istri kami, anak-anak keturunan dan keluarga kami.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا، وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ، وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ، اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا، رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ.

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ.

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً، وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً، يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ بَصِّرْنَا بِدِيْنِكَ، وَوَفِّقْنَا لِاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، وَأَعِذْنَا مِنَ الْفِتَنِ كُلِّهَا، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ إِنَّكَ  أَنْتَ السَمِيْعُ الْعَلِيْم .

اَلَّلهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَ أَصْلِحْ لَناَ دُنْيَانَا الَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.

الَّلهُمَّ ارْزُقْنَا تَوْبةً قَبْلَ اْلَمْوتِ، وَ شَهَادَةً عِنْدَ الْمَوْتِ، وَ رضاك وَ الْجَنَّةَ بَعْدَ الْمَوْتِ.

اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الْأُمُوْرِ كُلِّهَا، وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الأَخِرَةِ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَنَا وَ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ وَقَتَلَ  اْلمُؤْمِنِيْنَ، يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ الْعَنْ الكَفَرَةَ وَ الْمُشْرِكِيْنَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ، وَ يُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ، وَ يُقَاتِلُوْنَ أَوْلِيَاءَكَ.

اَللَّهُمَّ مزق جمعهم، وَ زَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ، وَ أَنْزِلْ بِهِمْ بَأْسَكَ الَّذِي لَا تَرُدُّهُ عَنِ الْقَوْمِ الظّالِمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ انْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَ مَنْ نَصَرَ الإِسْلاَمَ وَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

الله أكبر 3 x  و لله الحمد.

---------
عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ، وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ، وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ.

و السلام عليكم و رحمة الله و بركاته.

Thursday, August 16, 2018

MISI KEMERDEKAAN ISLAM

MISI KEMERDEKAAN ISLAM
(Renungan di Hari Kemerdekaan)

Oleh: Arief B. Iskandar

Rib’i bin Amir melaju cepat dengan kudanya. Menuju perkemahan Rustum. Panglima Pasukan Kerajaan Persia saat itu. Setibanya di sana, ia mendapati para pembesarnya berpakaian kenegaraan. Majelis mereka dihiasi dengan hamparan permadani. Juga sutera yang serba mahal. Rustum duduk di singgasananya. Ia memakai mahkota emas. Dihiasi dengan batu permata yang juga serba mahal. Sebaliknya, Rib’i bin Amir, Panglima Pasukan kaum Muslim itu, hanya berpakaian kasar dan sederhana.

Rib’i bin Amir langsung masuk ke perkemahan itu. Tanpa menghiraukan keadaan sekelilingnya. Ia tetap menunggang kudanya. Membiarkan kaki kuda itu mengotori haparan permadani yang serba mahal itu.

Tiba-tiba ia berhenti. Ia kemudian turun dari kudanya sebelum sampai di hadapan Rustum yang menanti dirinya. Rupanya, Rustum telah sengaja memasang sebuah palang besi. Setinggi setengah badan. Dengan itu dia berharap Pemimpin Pasukan Muslim itu mau berjalan menghadap dirinya dengan membungkukkan badannya.

Namun, Rib’i bin Amir tak kalah cerdik. Dia membalikkan tubuhnya. Lalu berjalan mundur seraya membungkukkan badannya. Pantatnya menunggingi sang Panglima Persia itu.

Rib’i bin Amir terus berjalan menghadap Rustum. Tetap menyandang tombaknya. Seketika itu pula hamparan permadani itu terkoyak-koyak oleh senjatanya itu. Melihat itu, para pembesar itu marah dan berseru, “Letakkan senjata itu!”

Rib'i menjawab, “Aku datang kemari hanyalah atas undangan kalian. Jika kalian suka, biarkan aku dalam keadaaanku sepert ini. Kalau tidak, aku pulang.”

“Biarkan dia menghadap!” kata Panglima Rustum.

Rustum lalu mengajukan sebuah pertanyaan, “Apa yang mendorong kalian datang ke negeri kami?”

Rib’i bin Amir, yang berdiri tegak penuh wibawa, menjawab dengan tegas, “Kami datang datang untuk memerdekakan manusia. Dari penyembahan kepada sesama manusia menuju penyembahan hanya kepada Allah SWT. Dari kesempitan ke keluasaannya. Dari kezaliman agama-agama ke keadilan Islam.”

Begitulah Ribi’i bin Amir. Ia menjelaskan bahwa kedatangan pasukan Khilafah Islam ke negeri Persia bukan karena ambisi ekonomi atau politik demi mengeksploitasi bangsa/negara yang dikuasai. Sebaliknya, kedatangan pasukan Khilafah Islam mereka membawa misi luhur: Memerdekakan manusia dari segala bentuk penindasan.  Menebarkan kebaikan, rahmat dan hidayah. Menerangi jalan hidup. Juga melenyapkan kezaliman yang membelenggu mereka. Inilah misi kemerdekaan Islam yang mulia. Misi yang diemban Khilafah Islam dalam setiap ekspansi (futuhat)-nya.

Sebelum Rib’i bin Amir, utusan lain yang datang kepada Rustum adalah Mughirah bin Syu’bah. Seperti ditulis oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa an-Nihayah, Mughirah bin Syu’bah juga menyampaikan jawaban yang sama ketika ditanya Rustum. “Dunia bukanlah tujuan kami. Cita-cita dan tujuan kami adalah akhirat. Allah SWT telah mengutus kepada kami Rasul dan Dia berkata kepada dirinya, ‘Aku telah memberikan kekuasaan kepada kaum ini (kaum Muslim) atas orang-orang yang tidak tunduk pada agama-Ku.’”

Rustum bertanya lagi, “Agama apakah itu?”

Mughirah bin Syu’bah menjawab, “Pilar yang tegak di atas kesaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah serta pengakuan atas semua yang datang dari-Nya.” (Ibn Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah, IV/43).

Fragmen di atas setidaknya memberikan pelajaran berikut:

Politik luar negeri Daulah Islam atau Khilafah Islam adalah dakwah dan jihad. Inilah yang dipraktikkan oleh Rasululah saw. saat mengepalai pemerintahan Negara Islam di Madnah. Juga oleh Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelah mereka sepanjang sejarah Kekhilafahan Islam.

Ekspansi Daulah Islam atau Khilafah Islam tidaklah dimaksudkan untuk tujuan-tujuan duniawi, tetapi juga untuk tujuan-tujuan mulia: menyebarkan risalah tauhid yang substansinya adalah memerdekakan manusia dari penghambaan hanya kepada Penguasa manusia, yakni Allah SWT.

Misi kemerdekaan Islam inilah yang tidak dimiliki negara-negara Muslim saat ini. Bahkan yang mengklaim sebagai Negara Islam seperti Arab Saudi, Iran, Turki dsb. Pasalnya, Islam memang tidak dijadikan sebagai ideologi negara mereka. Islam paling banter hanya menjadi falsafah negara. Dasar negara mereka yang sebenarnya adalah sekularisme (menihilkan peran agama dalam mengatur kehidupan). Wajarlah jika negara-negara Muslim di Dunia Islam—khususnya di Timur Tengah—saat ini tidak memiliki wibawa, bahkan harga diri، di hadapan negara-negara kafir. Para penguasanya cenderung tidak mandiri. Mereka tunduk pada kekuatan negara-negara kafir imperialis. Karena itu alih-alih memiliki misi untuk memerdekakan negeri-negeri Muslim yang terjajah seperti Palestina, misalnya, yang amat dekat dengan mereka. Untuk mencegah negara-negara mereka dari intervensi negara-negara kafir imperialis pun mereka tak berdaya. Apalagi menyebarkan risalah Islam dengan dakwah dan jihad ke seluruh dunia.

Kondisi ini sangat kontras dengan kondisi Negara Islam pada zaman Nabi saw. Juga dengan kondisi Kekhilafahan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin maupun para khilafah setelah mereka. Negara mereka begitu disegani bahkan ditakuti oleh negara-negara besar saat itu: Persia dan Romawi.

Kewibawaan Daulah Islam atau Khilafah Islam di hadapan negara-negara adidaya kafir saat itu antara lain tercermin dari sikap panglima pasukan Muslim, Rib’i bin Amir di atas. Orang-orang seperti Rib’i bin Amir tidak pernah kehilangan nyali ketika berhadapan dengan penguasa negara-negara besar.

Lalu bagaimana dengan Indonesia yang telah merayakan Hari Kemerdekaan untuk ke sekian kalinya?

Sayang. Jangankan memerdekakan bangsa dan umat lain. Memerdekakan dirinya dari ragam intervensi asing pun tak berdaya.

Alhasil, perayaan hari kemerdekaan setiap tahun di negeri ini acapkali hanyalah ritual tanpa arti. Tak bisa membuat kita bangga. Tak dapat memaksa kita membusungkan dada. Dengan sikap sempurna. Kecuali sebatas saat upacara menghormat bendera. Pasalnya, di dunia nyata ternyata semua asing yang punya. Di alam realita kaum imperialis tetap menjarah dan menjajah kita. Jika demikian, pekik merdeka sungguh selamanya akan tetap terasa hampa. []