• Bijak dalam bersosial media

    Mari perdalam agama islam secara kaffah/menyeluruh, hati-hati dalam copas dan share sosmed, ikuti pendapat ulama yang ikhlas dan benar.

  • Islam adalah agama yang Sempurna

    Kebenaran Islam tidak terbantahkan oleh kebenaran apapun,buktikan. Pelajari secara mendalam kepada ustad/ustazah yang benar dan ikhlas

  • Sosial Media bagaikan pisau bermata dua

    Mari gunakan sebaik-baiknya, cerdas dan arif dalam penggunaannya serta tidak menyalahi aturan islam

Tuesday, October 23, 2018

Time Capsule



© _Ustadz Yudha Pedyanto_

Time capsule adalah sebuah tabung yang berisi pesan atau informasi penting untuk masa depan. Ia biasanya dipendam di dalam tanah, dan baru digali, dibuka dan dibaca pesannya setelah periode waktu tertentu; bisa 20, 100 bahkan 1,000 tahun kemudian.

Sebagai contoh ada time capsule yang dibuat pada tanggal 31 Desember 1900 di Detroit, yang berisi pesan untuk warga dan wali kota Detroit di masa depan. Time capsule terebut dibuka dan dibaca 100 tahun kemudian, tepat pada tanggal 31 Desember 2000. Ada juga time capsule yang berasal dari tahun 1993, yang baru saja dibuka oleh mahasiswa di Virginia beberapa hari lalu.

Setelah menyaksikan peristiwa pembakaran bendera tauhid (Ar-Royah) di Garut Jawa Barat kemarin, saya terdorong untuk membuat sejenis time capsule digital, yang saya tujukan kepada Amirul Mukminin, Khalifah dan pemimpin umat Islam di masa depan. Saya berharap pesan ini sampai kepada beliau dalam waktu yang tidak terlalu lama.

Kepada Amirul Mukminin, Khalifah dan pemimpin kami.

Jika Anda membaca surat ini, maka khilafah 'ala minhajin nubuwwah telah berdiri. Anda adalah Khalifahnya, Amirul Mukminin kami. Ingin rasanya kami bertatap muka, membaiat serta menjabat tangan Anda secara langsung wahai Khalifah. Tapi umur adalah rahasia Allah SWT. Maka melalui surat ini kami menitipkan salam yang mungkin tak sempat terucap: Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.

Anda adalah Khalifah, Amirul Mukminin. Kehadiran Anda sudah lama kami nanti-nantikan. Meski kadang penantian kami tak sebanding dengan kesungguhan kami dalam berjuang menegakkan kembalinya Khilafah. Ingin rasanya kami mengenal wajah Anda, menatap dalam-dalam mata Anda, sembari menyampaikan pesan dan keluh kesah ini secara secara langsung di hadapan Anda.

Oh ya Khalifah, Anda pasti sudah dengar tentang Khabib Nurmagomedov sang petarung muslim UFC yang berhasil menghajar habis-habisan McGregor sang penista Islam? Saat itu kami semua merinding dan bersorak gembira wahai Khalifah. Tapi sebenarnya kami merindukan sosokmu wahai Khalifah, yang bisa menjaga kemuliaan Islam dan umatnya, yang berani berkata: siapa pun yang berani menista Islam dan umatnya, akan berhadapan dengan full weight of the Khilafah army.

Jika seorang Khabib saja bisa memantik ghirah kami, apalagi Anda wahai Khalifah, yang saat ini memimpin angkatan bersenjata paling kuat sedunia, dengan jumlah tentara paling banyak sedunia. Saya yakin sekarang pasti banyak perwiramu dan tentaramu yang segagah dan seberani Khabib Nurmagomedov. Sampaikan salam kami kepada mereka ya Khalifah. Ingin sekali rasanya kami berjuang side by side bersama mereka di medan jihad.

Wahai Khalifah, Amirul Mukminin. Dahulu kami hanya bisa mengibarkan bendera Rasulullah SAW Al-Liwa dan Ar-Royah melalui tangan-tangan mungil anak kami, atau kami pasang di rumah-rumah kecil kami. Tapi kami yakin, hari ini Al-Liwa dan Ar-Royah telah dikibarkan di setiap gedung dan instansi Negara Khilafah. Sedangkan Ar-Royah telah dipasang di ribuan tank-tank, pesawat tempur, serta kapal induk angkatan bersenjata Negara Khilafah. Membayangkannya saja kami sudah bangga dan bahagia, apalagi saudara-saudara kami yang hari ini bisa menyaksikan langsung tentu lebih bangga dan bahagia.

Oh ya Khalifah, Anda pasti sudah mendengar insiden pembakaran Ar-Royah oleh oknum ormas pemuda Islam, yang terjadi sehari sebelum surat ini ditulis. Yang menyedihkan sampai surat ini ditulis tak ada tanda-tanda penyesalan atau permohonan maaf dari pimpinan ormas kepemudaan tersebut, atau pimpinan ormas induknya. Justru mereka membenarkan tindakan tercela tersebut dengan alasan menjaga kalimat tauhid. Kalo memang niatnya menjaga harusnya cukup dilipat dan disimpan saja. Dan ingat, sebuah benda yang masih utuh berwujud bendera tidak bisa disamakan dengan robekan Al-Quran yang harus dibakar.

Anda tentu mendengar wahai Khalifah, tindakan mereka memancing kemarahan luar biasa dari umat Islam. Ada yang menantang duel, mengancam jihad, ada pula yang mengadakan aksi solidaritas kolosal. Saya yakin, hari ini pun ketika khilafah sudah tegak, semuanya masih mengingat peristiwa menyedihkan tersebut. Para pelaku pembakaran Ar-Royah, para pemimpin ormas pemudanya, para pemimpin ormas induknya, serta semua keturunan mereka hari ini dan esok pasti masih menanggung malu akibat kelakuan orang tua mereka. Karena sekalipun kami bisa memaafkan, tapi bagaimana mungkin kami bisa melupakan?

Entah berapa generasi keturunan harus menanggung malu akibat perbuatan pelaku dan pendukung pembakaran Ar-Royah tadi. Kalau tujuh turunan sepertinya masih kurang. Kasihan sebenarnya anak cucunya. Harus menanggung beban berat seperti: “Eh, kamu anak cucu pembakar Ar-Royah ya?” atau “Eh, orang tuamu dulu yang membela pembakar Ar-Royah ya?” atau “Eh, kakekmu dulu anggota ormas pendukung pembakar Ar-Royah ya?” Semua muslim sedunia pun mengecam. Apalagi pembakaran itu tidak dilakukan oleh orang kafir dan terjadi di Israel. Tapi oleh anggota ormas kepemudaan Islam dan terjadi di Indonesia, negeri dengan penduduk muslim terbesar, serta terjadi di Hari Santri Nasional pula.

Maka pesan kami wahai Khalifah, maafkanlah dan pulihkanlah reputasi anak cucu para pelaku dan pendukung pembakaran Ar-Royah tadi. Karena seseorang tidak layak menanggung kesalahan orang tua mereka, yang terlalu bodoh membakar bendera Ar-Royah, yang hari ini menjadi bendera yang dipajang di setiap armada dan persenjataan militer negara adikuasa nomor satu di dunia, Khilafah Islamiyah. Kalau saja orang tua mereka masih yakin akan kebenaran Hadits: Tsuma takunu khilafat[an] 'ala minhajin nubuwwah, tentu mereka tak sebodoh itu membakar bendera tauhid yang kelak menjadi bendera angkatan bersenjata nomor satu di dunia.

Tapi untuk para aktor pemecah belah dan pengadu domba dibelakangnya, yakni para kafir imperialis dan kaki tangannya, jika hari ini masih ada yang tersisa dan tak bertaubat juga, maka habisi mereka wahai Khalifah. Jika ada bisikan syaitan (yang kadang berbentuk tokoh humanis) berkata maafkanlah mereka. Maka katakanlah wahai Khalifah; biaralah menjadi urusan Allah SWT untuk memaafkan mereka. Urusanku hanyalah mempertemukan mereka dengan Allah SWT saja.

Terakhir pesan kami kepada Anda wahai Khalifah, Amirul Mukminin. Bersumpahlah untuk menjadi penjaga Islam yang terpercaya. Bersumpahlah untuk melindungi kemuliaan Islam dan umatnya. Bersumpahlah untuk membebaskan negeri-negeri Islam dari para penjajah yang durjana. Serta bersumpahlah untuk menyebarkan Islam ke seluruh penjuru dunia. Sebagaimana yang dicontohkan Baginda Rasulullah SAW, serta Khulafaur Ar-Rasyidin sesudahnya. Sungguh kami sangat ingin berada di dalam barisanmu wahai Khalifah, tapi sekali lagi umur adalah rahasia Allah SWT. Bahkan guru-guru kami pun sudah banyak yang pergi mendahului kami.

Dari lubuh hati kami yang terdalam, akhirnya kami ucapkan: Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh ya Khalifah. Dari saudaramu dan rakyatmu di masa lalu. 

Demikianlah pesan time capsule saya untuk Khalifah di masa depan. Jika para pembaca yang budiman tidak keberatan, tolong bantu saya menanamkan digital time capsule ini di setiap timeline dan byte storage yang ada di internet, sehingga menjadi jejak digital yang bisa terbaca pada saatnya. Insya Allah.

Jogjakarta, 23 Oktober 2018

Saturday, September 15, 2018

Frenemy

*Frenemy*
_Oleh Yudha Pedyanto_


_Violence is the last refuge of the incompetent._
 -Salvor Hardin

Kekerasan adalah perlindungan terakhir bagi orang yang tidak kompeten. Ini adalah kata-kata favorit Isaac Asimov, seorang profesor biochemistry dari Boston University, sekaligus penulis science fiction terkenal. Kalo Anda pernah lihat film I Robot yang diperankan Will Smith, atau Bicentennial Man yang diperankan Robin Williams, film-film itu adalah hasil adaptasi dari karyanya.

Kekerasan adalah perlindungan terakhir bagi orang yang tidak kompeten. Apa maksudnya? Meminjam kaidah ushul mafhum mukholafah (inversion thinking), makna pararelnya kurang lebih adalah: Orang yang kompeten (cerdas, dewasa, berpendidikan) adalah orang yang tidak mudah berlindung di balik kekerasan.

Biasanya kalau ada anak kecil yang minta es krim ke adiknya, awalnya dia akan minta baik-baik. Jika belum berhasil, mungkin dia akan mengajak barter dengan mainan. Jika masih belum berhasil juga, tak punya pilihan lain dia akhirnya mengancam akan memukul, “Tak gebug kamu!” Itulah anak kecil. Tapi hari-hari ini banyak orang dewasa yang sikapnya seperti anak kecil tadi. Makanya disebut incompetent, atau impotent? Intellectually and maturity speaking.

Melihat maraknya aksi main hakim sendiri dan persekusi yang terjadi di seantero negeri belakangan ini, lalu penguasa pun hanya bisa tutup muka dan diam seribu bahasa, harus saya akui kata-kata favorit Isaac Asimov tadi adalah kata-kata favorit saya juga. Negeri ini seperti impotent tak mampu menegakkan hukum dan keadilan, dan akhirnya jadi sarang penyamun yang incompetent.

Terlepas dari menariknya dan relevannya kata-kata fave Isaac Asimov tadi, saya lebih suka kata-kata Orson Scott Card, yang kebetulan seorang penulis science fiction juga, dan kebetulan karyanya juga sudah diadaptasi jadi film berjudul Ender’s Game:

_Only the enemy shows you where you are weak. Only the enemy tells you where he is strong._
-Orson Scott Card

Hanya musuhlah yang bisa menunjukkan di mana letak kelemahanmu, dan hanya musuhlah yang bisa memberitahu di mana letak kekuatannya. Kembali meminjam kaidah inversion thinking tadi, makna pararelnya kurang lebih adalah: Hanya musuhlah yang bisa menunjukkan di mana letak kekuatanmu, dan hanya musuhlah yang bisa memberitahu di mana letak kelemahannya. Wow, kata-kata yang luar biasa.

Tapi saya kurang setuju dengan kata musuh, karena hakikatnya dia bukan musuh (enemy), tetapi sahabat (friend) yang tertunda. Lagi pula layakkah orang yang berjasa besar menunjukkan kekuatan kita disebut musuh? Kita sebut saja mereka; enemies who soon became friends, atau lebih singkatnya frenemy.

Apalagi jika perselisihan tersebut terjadi antar sesama muslim yang pada hakikatnya bersaudara. Dan perselisihan tersebut disebabkan oleh ketidaktahuan yang dimanfaatkan pihak-pihak lain yang ingin umat Islam terus bertikai selamanya. Sementara para aktor di balik layar tertawa sambil toast wine saling memuji keberhasilan mereka memecah-belah umat Islam.

Lalu bagaimana mungkin enemy, maksud saya frenemy, berjasa besar menunjukkan kekuatan kita? Jika ada dua orang sedang beradu argumen, lalu ketika salah satunya tak mampu menyanggah, alih-alih mengaku kalah dia malah berkilah, “Argumenku mati harga, eh harga mati! Tak gebug kamu!” Maka si pengancam mengekspos kekuatan si pemilik argumen, serta kelemahannya sendiri. Si pemilik argumen jadi bisa menakar seberapa besar kekuatannya.

Mungkin ada yang menyela, tapi tadi kan contoh fiksi? Baiklah kalau mau contoh non fiksi kita bisa lihat sejarah Nabi SAW. Bagaimana Rasulullah SAW dan para sahabat dipersekusi oleh penguasa Quraisy dan kaki tangannya. Bukan karena Nabi SAW memiliki tahta dan bala tentara yang mengancam petahana. Tapi karena Rasulullah SAW menyampaikan Al-Quran yang menjungkirbalikkan nilai-nilai luhur yang dihargamatikan oleh petahana tadi.

Sebenarnya ada solusi mudah bagi petahana Quraisy; jika Al-Quran adalah sumber kekuatan Nabi SAW, maka petahana Quraisy tinggal membuat Al-Quran tandingan saja bukan? Buat saja Al-Quran versi Quraisy yang isinya balik menjungkirbalikkan nilai-nilai luhur Al-Quran versi Muhammad. Solusi simple dan tuntas. Selesai.

Tapi tunggu, ada satu masalah kecil: Petahana Quraisy tak mampu melakukannya. Walid bin Mughirah profesor sastra terbaik yang dimiliki petahana, dikirim untuk menandingi sastra Al-Quran. Tapi Prof Walid hanya bisa pulang dengan tangan hampa sembari berkata, “Ma hadza bi qoulin basyarin”, ini bukan perkataan manusia. Sambil putus asa akhirnya petahana Quraish mengeluarkan opsi terakhirnya; intimidasi, penyiksaan, pengusiran bahkan peperangan. _Such a last refuge of the desperate incompetent._

Mungkin masih ada aja yang menyela, tapi tadi kan contoh sejarah jaman old? Contoh kasus untuk kids jaman now ada nggak? Baiklah Anda memaksa saya meminjam contoh kasus HTI untuk yang kesekian kalinya. Ketika rezim petahana mengeluarkan perpu ormas dan membubarkan HTI, saya sangat terkejut. Mengapa? Karena perpu, pembubaran dan persekusi, bagi saya adalah tindakan yang terlalu mewah dan mahal bagi sebuah jamaah dakwah yang sering dicemooh kecil, tak memiki banyak pendukung, bisanya omong doang dan mimpi khilafah.

Seharusnya kalau memang HTI kecil dan tak signifikan, dicuekin saja lama-lama capek dan mati sendiri. Tapi penguasa petahana yang sebelumnya putus asa tak bisa membubarkan pakai UU Ormas, harus bersusah payah membuat perpu darurat (dipaksakan), yang melibatkan Menkumham, Menag, Menristek, Menko polhukam, Mendagri, TNI, Polri, BIN, seorang Presiden dan sebuah sidang paripurna DPR. Semuanya tadi hanya untuk menghadapi HTI? _Really?_

Wait. It’s far from enough. Tak cukup sampai di situ, Menristek mempersekusi dosen dan guru besar yang diduga anggota HTI. Masih belum cukup, di tambah lagi ormas terbesar di negeri ini beserta organ kepemudaannya gencar membubarkan pengajian yang diduga HTI. Wow sebesar itukah kekuatan HTI? Hanya karena HTI ngomong doang dan mimpi khilafah, petahana Quraisy, maksud saya petahana rezim, sampai mengerahkan semua kekuatannya bahkan ancaman penangkapan dan penjara dua puluh tahun (Pasal 82A). _Such a last refuge of the desperate incompetent._

Tapi bagian yang paling menarik menurut saya bukan bagaimana kalapnya petahana dan kaki tangannya yang gigih mempersekusi HTI. Bagian yang paling menarik menurut saya adalah bagaimana sikap HTI dalam menghadapi persekusi tersebut. Mereka terlihat sangat kalem, percaya diri, dan banyak tersenyum. Mungkin karena mereka sadar, bahwa semuanya yang terjadi bukannya melemahkan HTI, tapi justru mengekspos kekuatan hakiki yang dimiliki HTI.

Karena hanya enemy yang bisa menunjukkan dimana letak kekuatanmu, dan hanya enemy yang bisa memberitahu di mana letak kelemahannya. Sorry maksud saya frenemy bukan enemy. Dan semua tindakan represi dan persekusi tadi sejatinya ibarat pengakuan tersirat: Wahai HTI, levelmu setara dengan kami, negara beserta semua lembaganya, bahkan mungkin lebih tinggi. Jadi kalo ada ormas kelas ojek pangkalan suka bubarkan pengajianmu, abaikan saja.

Seolah semua persekusi dan kejadian sudah diantisipasi, diprediksi dan disimulasikan dengan akurat di kepala para syabab HTI tadi. Mengingat mereka bukan kelompok amatiran, tapi sudah berpengalaman di skala internasional selama 67 tahun menghadapi tiran-tiran paling bengis dan represif di seluruh dunia. Ingat HTI hanyalah bagian integral dari Hizbut Tahrir internasional. Tiba-tiba saya merasa ngeri-ngeri sedap. Batin saya berucap lirih, _“You guys have no idea who you're dealing with.”_

Ketika ustadz-ustadz mereka dipersekusi, mereka mengalah. Ketika gugatan mereka kalah di pengadilan, mereka sujud syukur. Manusia macam apa yang bisa seperti ini? Seolah mereka sedang mempersiapkan _“the next move”_ yang lebih besar dari semuanya tadi. _And whatever it is, it’s big and spectacular, but I believe it’s also beautiful and peaceful._ Dan mungkin kali ini, petahana dan kaki tangannya tak akan sanggup menghentikan mereka.


Jogjakarta, 15 September 2018
#MengenalHTI
#HTImilenial

Monday, August 27, 2018

Tips Menghafal Al quran U.AbdulSomad

Bagaimana supaya Al quran melekat di hati dan tidak lupa?
@UstadzAbdulSomad


1. Pilih waktu yang tepat untuk menghafal Al-Quran, dianjurkan setelah selesai Shalat Subuh.

2. Baca pada shalat qabliyah dan ba'diyah sebagai latihan dan pengulangan

3. Menuliskan teks hafalan Al-Quran pada kertas

4. Memperdengarkan hafalan kepada teman.
===
Supported by: Perum Tahfid residen
الحمد لله
Telah hadir Perum Tahfid residen di Rangkah kidul sidoarjo, Islami + ada program tahfid untuk keluarga dan anak di perum tsb. Murah dan Mewah.

Tinggal 7 unit. Buruan booking, dari pada kehabisan atau harga DP dan cicilannya naik.
Selama agustus ada promo
DP 75jt, angsuran 4jt sampai lunas (10-13thn).

Hub: Samik 085731160005
Atau klik link wa berikut: wa tahfid residen
Info foto lengkap bisa dilihat di
http://propertisyarie.blogspot.com/2018/08/perum-tahfid-residen-murah-mewah.html?m=1 






Monday, August 20, 2018

Khutbah idul adha 2018 mengharukan dan keren

بسم الله الرحن الرحيم
HAJI DAN KURBAN:
KETAATAN, PERJUANGAN DAN PENGORBANAN

السلام عليكم و رحمة الله و بركاته

الله أكبر 3 x الله أكبر 3 x الله أكبر 3 x
اللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ للهِ كَثِيْرًا، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ، صَدَقَ وَعْدَهُ، وَنَصَرَ عَبْدَهُ، وَأَعَزَّ جُنْدَهُ وَهَزَمَ الأَحْزَابَ وَحْدَهُ. لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ هُوَ اللهُ أَكْبَرُ. اللهُ أَكْبَرُ وَللهِ الْحَمْدُ.

الْحَمْدُ للهِ الًّذِيْ جَعَلَ لَنَا عِيْدَ الْفِطْرِ وَ اْلأَضْحَى، وَ أَمَرَنَا بِالتقيد والتَّقْوَى، وَ نَهَانَا عَنِ  العصيان واتِّبَاعِ الْهَوَى.

أَشْهَدُ أَنْ لاَ اِلَهَ إِلاَّ اللهُ ، نِعْمَ الْوَكِيل وَنِعْمَ الْمَوْلَى، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ المجتبى ، ومَنْ يُنْكرْهُ فَقَدْ ضَلَّ وغوى.

وَ صَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا وَ حَبِيْبِنَا الْمُصْطَفَى، نِبِيِّ الْهُدَى، الَّذِيْ لاَ يَنْطِقُ عَنْ الْهَوَى، إِنْ هُوَ إِلاَّ وَحْيٌ يُوْحَى، وَ عَلَى اَلِهِ وَ أَصْحَابِهِ أَهْلِ الصِّدقِ وَ الْوَفَا، وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلىَ يَوْمِ الْجَزَا.

أَمَّا بَعْدُ:
فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ، اِتَّقُوا اللهَ فِيْمَا أَمَرَ، وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وزجر.

الله أكبر 3 x  و لله الحمد
Alhamdulillah. Milik-Nya segala keagungan. Untuk-Nya seluruh pujian. Bagi-Nya segala sanjungan. Dialah Zat Yang Maha Pengasih. Maha Penyayang.

Shalawat dan salam semoga senantiasa Dia limpahkan, kepada hamba sekaligus rasul pilihan. Baginda Nabi Muhammad saw. sang teladan. Shalawat dan salam semoga juga Dia limpahkan kepada keluarga, para sahabat dan umat beliau, hingga akhir zaman. Amiin.

Saudara-saudaraku sekalian, Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Saat ini, ada jutaan kaum Muslim. Dari seluruh penjuru bumi. Berkumpul di Tanah Suci. Memenuhi panggilan Ilahi. Menunaikan ibadah haji. Setiap tahun sekali. Selalu menjadi panorama yang amat memikat hati. Membuat siapapun berhasrat menginjakkan kaki. Di Tanah suci tempat kelahiran Baginda Nabi.

الله أكبر 3 x  و لله الحمد
Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Sebagaimana kita saksikan. Sebagaimana juga kita rasakan. Saat Idul Adha kita rayakan. Bangsa ini dirundung oleh ragam ujian. Tampak nyata hasrat untuk saling berebut kekuasaan. Tampak jelas nafsu untuk terus mempertahankan kekuasaan.

Ego pribadi. Kehendak golongan. Kepentingan partai. Tak jarang mendominasi. Saling sikut berebut kursi. Masing-masing siap mengorbankan apa saja. Bahkan mengorbankan siapa saja. Demi jabatan dan kekuasaan. Para pendukung dan pengikutnya pun setali tiga uang. Siap melibas dan melawan pihak lawan.

Saat yang sama. Rakyat terus ditimpa nestapa. Kemiskinan dan Pengangguran dimana-mana. Kriminalitas meraja-lela. Harga-harga barang melambung. Utang negara terus menggunung.

Di sisi lain, bencana demi bencana terus mengguncang negeri ini. Yang terkini adalah gempa bumi yang bertubi-tubi. Di NTB dan Bali. Semua ini tentu semakin menambah derita penduduk negeri tercinta ini.

Namun demikian, Saudara-saudaraku sekalian, hendaknya kita selalu menyadari. Semua duka pada akhirnya akan terhenti. Kecuali duka karena meninggalkan petunjuk Baginda Nabi. Semua bahagia pun akan sirna. Kecuali bahagia saat kita diakui sebagai umatnya.

الله أكبر 3 x  و لله الحمد
Saudara-saudaraku sekalian, Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Karena itu, di tengah nestapa dan derita bangsa ini, juga dalam momen Idul Adha yang begitu syahdu tahun ini, mari kita bayangkan sejenak. Peristiwa penting sekitar 14 abad yang lewat. Peristiwa yang dikenal dengan Haji Wada’. Beberapa bulan saja sebelum Baginda Nabi saw. menghadap kekasihnya yang mulia, Allah SWT.

Nabi berkhutbah di hadapan lebih dari 100 ribu jamaah haji. Tak hanya sekali. Beliau berkhutbah di Hari Arafah, Hari Idul Adha juga Hari Tasyriq. Wahai hadirin, simaklah baik-baik sebagian dari isi khutbah manusia agung ini:

"Wahai manusia, perhatikanlah kata-kataku ini. Aku tak tahu, boleh jadi sesudah tahun ini, dalam keadaan seperti ini, aku tak lagi akan bertemu dengan kalian.

Wahai manusia, sungguh darah dan harta kalian adalah suci bagi kalian, seperti sucinya hari ini, juga bulan ini, sampai datang masa di mana kalian menghadap Tuhan. Saat itu kalian akan dimintai pertanggungjawaban atas segala perbuatan kalian.

Ingatlah baik-baik, janganlah kalian sekali-kali kembali pada kekafiran atau kesesatan sepeninggalku sehingga menjadikan kalian saling berkelahi satu sama lain.

Ingatlah baik-baik, hendaklah orang yang hadir pada saat ini menyampaikan nasihat ini kepada yang tidak tidak hadir. Boleh jadi sebagian dari mereka yang mendengar dari mulut orang kedua lebih dapat memahami daripada orang yang mendengarnya secara langsung." (HR al-Bukhari dan Muslim).

Beliau pun bersabda:

"Wahai manusia, ingatlah, Tuhan kalian satu. Bapak kalian juga satu.

Ingatlah, tak ada keutamaan bangsa Arab atas bangsa non-Arab. Tak ada pula keunggulan bangsa non-Arab atas bangsa Arab. Tidak pula orang berkulit putih atas orang berkulit hitam. Tidak pula orang berkulit hitam atas orang berkulit putih. Kecuali karena ketakwaannya." (HR Ahmad).

Beliau juga bersabda:

"Wahai manusia, sesungguhnya segala hal yang berasal dari tradisi jahiliah telah dihapus di bawah dua telapak kakiku ini. Riba jahiliah pun telah dilenyapkan.

Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada Allah dalam urusan wanita (istri). Sebab kalian telah mengambil mereka dengan amanah Allah dan telah menghalalkan farji mereka dengan kalimat-Nya.

Wahai manusia, sesungguhnya telah aku tinggalkan untuk kalian dua perkara, yang menjadikan kalian tidak akan tersesat selama-lama jika kalian berpegang teguh pada keduanya. Itulah Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya." (HR Ibnu Khuzaimah).

الله أكبر 3 x  و لله الحمد
Saudara-saudaraku sekalian, Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Dari apa yang Baginda Nabi saw sampaikan di atas, ada sejumlah hal yang beliau nasihatkan kepada kita. Di antaranya:

Pertama, kita diingatkan oleh beliau untuk tidak merasa lebih mulia/utama dari bangsa lain. Tak selayaknya bangsa Arab merasa lebih mulia atas bangsa non-Arab. Tak sepatutnya bangsa non-Arab, termasuk kita di Nusantara ini, merasa lebih mulia dari bangsa Arab. Sebab kemuliaan manusia atas manusia lain di sisi Allah SWT hanya karena ketakwaannya. Takwa tentu saja harus dibuktikan dengan ketaatan total atas seluruh perintah dan larangan-Nya. Takwa tentu wajib diwujudkan dengan menjalankan semua syariah-Nya.

Kedua, kita diperintahkan oleh beliau untuk menjaga darah, harta dan kehormatan sesama. Tak boleh saling menumpahkan darah. Haram saling merampas harta. Terlarang saling menodai kehormatan sesama. Karena itu perintah untuk siap berkelahi dengan sesama saudara, dari siapapun datangnya, tak selayaknya kita ikuti. Sebab itu berpotensi untuk menumpahkan darah. Berpeluang mencederai harta. Bisa berujung pada penodaan kehormatan sesama.

Saudara-saudaraku sekalian, Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Ketiga, kita diperintahkan oleh beliau agar meninggalkan semua tradisi jahiliah. Di antaranya riba. Dalam segala bentuknya. Sayang. Hari ini riba bukan saja merajalela. Riba bahkan telah menjadi pilar ekonomi yang utama. Termasuk di negeri Muslim terbesar ini. Tidak aneh jika utang ribawi, dengan bunga sangat tinggi, sangat berpeluang membangkrutkan negeri ini. Akankah bangsa ini terus mengabaikan nasihat Baginda Nabi saw. ini? Padahal jelas, nasihat beliau untuk menjauhi riba lebih layak ditujukan kepada kita hari ini daripada ditujukan kepada para sahabat Nabi. Sebab pada masa para sahabat, riba sudah sejak awal dicampakkan dan dibuang sejauh-jauhnya.

Keempat, kita diperintahkan oleh beliau untuk memuliakan kaum wanita (istri-istri) kita. Tak sepatutnya kita menyakiti hati mereka. Tak selayaknya kita menistakan mereka. Sebab mereka adalah sahabat kita. Dalam suka dan duka. Teman setia, di dunia hingga ke surga. aamiin

Saudara-saudaraku sekalian, Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Kelima, kita diharuskan oleh beliau untuk senantiasa memelihara tali persaudaraan. Dengan sesama kaum Muslim. Layaknya saudara. Tak boleh saling mencerca. Haram saling mencederai. Terlarang saling mencaci-maki. Tercela jika sampai saling mem-bully. Apalagi mempersekusi.

Sayangnya. Hari ini tali persaudaraan seolah terlukai. Bahkan antar kelompok umat Islam bisa saling berhadap-hadapan. Asal berbeda mazhab, bisa saling bertindak tak beradab. Asal berbeda paham dalam masalah cabang, bisa saling melemparkan tudingan. Asal beda organisasi, bisa saling mem-bully. Asal beda kepentingan, bisa saling menggunting dalam lipatan. Kemanakah ruh berjamaah sebagai umat Nabi Muhammad? Kemanakah rasa kebersamaan sebagai satu kesatuan umat islam? Mereka seolah lupa, kaum Muslim itu bersaudara. Mereka harusnya saling menguatkan. Bukan saling melemahkan.

Keenam, kita pun diharuskan oleh beliau untuk selalu menyampaikan nasihat kepada orang lain. Sebab, kata Baginda Nabi saw., agama adalah nasihat. Di antara nasihat yang paling utama adalah nasihat yang ditujukan kepada penguasa. Karena itu sudah sepantasnya kita tak perlu takut untuk menyampaikan nasihat kepada penguasa. Agar mereka tidak terus dalam kesesatan. Agar mereka tidak terus dalam penyimpangan. Agar mereka tidak terus melakukan kezaliman. Kezaliman terbesar penguasa tidak lain adalah saat mereka tidak menerapkan hukum-hukum al-Quran. Saat mereka tidak menerapkan syariah Islam. Itulah yang Allah SWT tegaskan:

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ
"Siapa saja yang tidak memerintah dengan apa yang Allah turunkan (al-Quran), mereka itulah kaum zalim." (QS al-Maidah [5]: 45).

Karena itu tugas kitalah, segenap komponen umat Islam, untuk terus mendorong penguasa agar memerintah dengan al-Quran. Agar mereka berhukum hanya dengan hukum Islam. Di seluruh ruang-ruang dan sendi-sendi kehidupan.

Ketujuh, kita diwajibkan oleh beliau untuk selalu berpegang teguh pada al-Quran dan as-Sunnah. Baginda Nabi saw. Telah menjamin. Siapapun yang istiqamah berpegang teguh pada keduanya, tak akan pernah tersesat selama-lamanya.

Sayang. Apa yang dipesankan Baginda Nabi saw. 14 abad lalu, tak banyak diindahkan  hari ini. Al-Quran dan as-Sunnah banyak yang tidak lagi pedulikan. Kecuali sebatas bacaan. Isinya diabaikan. Hukum-hukumnya dicampakkan. Pantaslah, jika saat ini, bangsa ini seperti tersesat di jalan. Pantas pula negeri ini dirundung aneka persoalan. Lalu sampai kapan al-Quran dan as-Sunnah akan terus kita abaikan?  

الله أكبر 3 x  و لله الحمد
Saudara-saudaraku sekalian, Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Di momen Idul Adha ini, kita juga kembali mengenang kisah teladan abadi, dari dua Nabi yang taat pada Tuhannya dengan ketaatan tanpa mengenal kata “tapi”. Ibrahim as menyembelih putra yang dicintai, Ismail as. Berdasarkan mimpi yang merupakan wahyu ilahi.

Wahai hadirin simaklah sepenggal kisah tentang cinta yang amat romantis, sekaligus dramatis, namun berakhir manis. Dalam ucapan Ismail berikut:

"Wahai ayahku, ikatlah tubuhku, agar aku tidak meronta. Jagalah bajumu agar tidak terkena darah, jika terlihat oleh Ibu, hal itu akan membuatnya sedih. Percepatlah dalam menyembelihku, agar kematian itu menjadi ringan bagiku. Palingkanlah wajahku, agar engkau tak memandang wajahku, lalu engkau merasa kasihan padaku. Dan agar aku tak melihat tajamnya pisau hingga rasa takut menyergapku. Wahai ayah, jika engkau pulang dan bertemu ibu, sampaikan salamku”. (Tafsir Imam Qurthubi juz 15 hlm. 104)

Ketundukkan yang total seperti inilah yang Allah gambarkan dalam al Quran:

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ
Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya ). (QS. Ash-Shoffat: 103))

Nabi Ibrahim lalu meletakkan pisau di leher putranya, menggerakkannya dengan cepat di leher Ismail,  sementara Malaikat Jibril bertakbir: “Allahu Akbar. Allahu Akbar”. Lalu Ismail bertahlil dan bertakbir “Laa ilaha illaLlah wallahu Akbar”. Nabi Ibrahim kemudian mengucapkan “Allahu Akbar walillahilhamd”. Apa yang terjadi? Apa yang berlaku? Pisau tajam yang ada di tangannya tak sanggup menembus kulit putranya. Allah berseru kepada nabi Ibrahim:

وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا

"Dan Kami panggillah dia: “Hai Ibrahim. Sesungguhnya engkau telah membenarkan mimpi itu." (QS. Ash-Shaffat: 104-105)

Kisah yang selayaknya menjadi ibrah Bagi umat Islam, sepanjang zaman. Agar kita ringan berkorban harta dan jiwa di jalan Allah. Bukankah Allah SWT pun telah berfirman:

لَنْ تَنَالُوْا الْبِرَّ حَتَى تُنْفِقُوْا مِمَّا تُحِبُّوْنَ

"Sekali-kali kalian tidak akan sampai pada kebajikan sebelum kalian menginfakkan harta (di jalan Allah) yang paling kalian cintai." (QS Ali Imran [3]: 92).

Wahai saudaraku, Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Saat syariah Islam seolah haram untuk diterapkan. Hanya karena satu tuduhan tak beralasan: bisa mengancam kebhinekaan. Demikian pula institusi penerap syariah, yakni Khilafah Islam, juga terlarang diperjuangkan. Bahkan tak boleh meski sekadar diwacanakan. Para aktivisnya mereka kriminalisasikan. Organisasinya mereka bubarkan. Dengan tuduhan yang diada-adakan. Padahal jelas, Khilafah adalah bagian penting dari ajaran Islam, yang wajib ditegakkan. Sebagaimana dinyatakan oleh al-Syaikh Abdurrahman al-Jaziri dalam kitab al-Fiqh 'ala al-Madzahib al-Arba'ah (Fiqh Empat Madzhab):

"Para imam madzhab -rahimahumullah- telah bersepakat bahwasannya khilafah adalah fardhu (wajib), bahwasannya kaum muslim harus memiliki seorang khalifah ..., dan bahwasannya tidak boleh kaum muslim sedunia di waktu yang bersamaan memiliki dua orang khalifah. Baik keduanya sejalan, maupun berseberangan."

Maka keteladanan keluarga Ibrahirim bagi kita menjadi sangat relevan. Menjadi bahan bakar api perjuangan. Yang tak boleh padam. Meski rintangan melintang. Ancaman menghadang. Kita wajib terus berjuang. Hingga meraih kemenangan. Atau hingga saatnya kita dipanggil pulang. Dengan meraih keridhoan-Nya.

الله أكبر 3 x  و لله الحمد

Jamaah Idul Adha yang Allah muliakan.

Inilah sesungguhnya esensi ibadah haji dan kurban. Kita diajari tentang cinta, ketaatan dan kepatuhan total kepada Allah SWT. Kita pun diajari tentang keharusan untuk berkorban. Mengorbankan apa saja yang ada pada diri kita. Semata-mata demi kemuliaan Islam dan kaum Muslim.

Karena itu dengan mengambil ibrah dan keteladanan berupa cinta, ketaatan dan pengorbanan Nabiyullah Ibrahim dan Ismail as. dan Baginda Rasulullah saw., mari kita songsong kembali masa depan cerah peradaban umat manusia di bawah naungan Islam.

بارك الله لى ولكم فى القرأن العظيم ونفعنى وإياكم بما فيه من الأيات والذكر الحكيم وتقبل منى ومنكم تلاوته إنه هو السميع العليم

أقول قولى هذا وأستغفر الله العظيم لى ولكم ولسائر المسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم

Khutbah kedua
الله أكبر 7x
Muqaddimah, wasiat takwa, sholawat ibrahimiyah

Doa
Ya Allah, ya Tuhan kami. Inilah hari yang penuh berkah dan keberuntungan. Hari ini berkumpul kaum Muslim. Memenuhi sudut-sudut bumi-Mu. Hadir di antara mereka pemohon, peminta dan perindu. Ada di tengah-tengah mereka yang kini merasakan ketakutan dan mengharapkan perlindungan-Mu.

Ya Allah, sekiranya pada hari ini, Engkau hanya menerima tobat orang-orang yang berserah diri dan mengakui segala dosa, maka demi keagungan-Mu, kami berserah diri dan mengakui segala dosa-dosa kami.

Ya Allah, ya Tuhan kami. Jadikanlah ibadah haji saudara-saudara kami di Tanah Suci, haji yang mabrur, sai yang maqbul, dosa yang diampuni, amal shalih yang diterima dan usaha yang tak akan pernah merugi.

Ya Allah, angkatlah cobaan-Mu atas penduduk negeri ini. Selamatkan kami dari kesempitan dan azab yang pedih, yang Engkau turunkan dari atas kami, atau dari bawah kami, atau dengan perpecahan di antara kami.

Ya Allah, persatukanlah hati-hati kami. Perbaikilah keadaan kami. Tunjukilah kami jalan-jalan keselamatan. Entaskanlah kami dari aneka kejahatan. Yang tampak maupun yamg tersembunyi. Berkatilah pendengaran-pendengaran kami, penglihatan-penglihatan kami dan hati-hati kami. Berkatilah istri-istri kami, anak-anak keturunan dan keluarga kami.

اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا، وَالمُسْلِمِيْنَ وَالمُسْلِمَاتِ، وَالمُؤْمِنِيْنَ وَالمُؤْمِنَاتِ، اَلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ، وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِالْإِيْمَانِ، وَلَا تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلًّا لِلَّذِيْنَ آمَنُوا، رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ.

اللَّهُمَّ أَلِّفْ بَيْنَ قُلُوبِنَا، وَأَصْلِحْ ذَاتَ بَيْنِنَا، وَاهْدِنَا سُبُلَ السَّلَامِ، وَنَجِّنَا مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ، وَجَنِّبْنَا الْفَوَاحِشَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، وَبَارِكْ لَنَا فِي أَسْمَاعِنَا، وَأَبْصَارِنَا، وَقُلُوبِنَا، وَأَزْوَاجِنَا، وَذُرِّيَّاتِنَا، وَتُبْ عَلَيْنَا إِنَّكَ أَنْتَ التَّوَّابُ الرَّحِيمُ.

اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ، عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً، وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً، يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ بَصِّرْنَا بِدِيْنِكَ، وَوَفِّقْنَا لِاتِّبَاعِ سُنَّةِ نَبِيِّكَ عَلَيْهِ الصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ، وَأَعِذْنَا مِنَ الْفِتَنِ كُلِّهَا، مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ إِنَّكَ  أَنْتَ السَمِيْعُ الْعَلِيْم .

اَلَّلهُمَّ أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِي هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَ أَصْلِحْ لَناَ دُنْيَانَا الَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا الَّتِي إِلَيْهَا مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ، وَاجْعَلِ الْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ.

الَّلهُمَّ ارْزُقْنَا تَوْبةً قَبْلَ اْلَمْوتِ، وَ شَهَادَةً عِنْدَ الْمَوْتِ، وَ رضاك وَ الْجَنَّةَ بَعْدَ الْمَوْتِ.

اللَّهُمَّ أَحْسِنْ عَاقِبَتَنَا فِي الْأُمُوْرِ كُلِّهَا، وَأَجِرْنَا مِنْ خِزْيِ الدُّنْيَا وَعَذَابِ الأَخِرَةِ.

اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالْمُسْلِمِيْنَ، وَأَذِلَّ الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَنَا وَ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ، وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ وَقَتَلَ  اْلمُؤْمِنِيْنَ، يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ الْعَنْ الكَفَرَةَ وَ الْمُشْرِكِيْنَ الَّذِيْنَ يَصُدُّوْنَ عَنْ سَبِيْلِكَ، وَ يُكَذِّبُوْنَ رُسُلَكَ، وَ يُقَاتِلُوْنَ أَوْلِيَاءَكَ.

اَللَّهُمَّ مزق جمعهم، وَ زَلْزِلْ أَقْدَامَهُمْ، وَ أَنْزِلْ بِهِمْ بَأْسَكَ الَّذِي لَا تَرُدُّهُ عَنِ الْقَوْمِ الظّالِمِيْنَ.

اَللَّهُمَّ انْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيْنَ، وَ مَنْ نَصَرَ الإِسْلاَمَ وَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ.

رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَ مَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدّيْن.

وَآخِرُ دَعْوَانَا أَنِ الْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.

الله أكبر 3 x  و لله الحمد.

---------
عِبَادَاللهِ، إِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلإِحْسَانِ، وَإِيْتآءِ ذِي اْلقُرْبىَ، وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي، يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ، وَاذْكُرُوا اللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ، وَلَذِكْرُ اللهِ أَكْبَرْ.

و السلام عليكم و رحمة الله و بركاته.

Thursday, August 16, 2018

MISI KEMERDEKAAN ISLAM

MISI KEMERDEKAAN ISLAM
(Renungan di Hari Kemerdekaan)

Oleh: Arief B. Iskandar

Rib’i bin Amir melaju cepat dengan kudanya. Menuju perkemahan Rustum. Panglima Pasukan Kerajaan Persia saat itu. Setibanya di sana, ia mendapati para pembesarnya berpakaian kenegaraan. Majelis mereka dihiasi dengan hamparan permadani. Juga sutera yang serba mahal. Rustum duduk di singgasananya. Ia memakai mahkota emas. Dihiasi dengan batu permata yang juga serba mahal. Sebaliknya, Rib’i bin Amir, Panglima Pasukan kaum Muslim itu, hanya berpakaian kasar dan sederhana.

Rib’i bin Amir langsung masuk ke perkemahan itu. Tanpa menghiraukan keadaan sekelilingnya. Ia tetap menunggang kudanya. Membiarkan kaki kuda itu mengotori haparan permadani yang serba mahal itu.

Tiba-tiba ia berhenti. Ia kemudian turun dari kudanya sebelum sampai di hadapan Rustum yang menanti dirinya. Rupanya, Rustum telah sengaja memasang sebuah palang besi. Setinggi setengah badan. Dengan itu dia berharap Pemimpin Pasukan Muslim itu mau berjalan menghadap dirinya dengan membungkukkan badannya.

Namun, Rib’i bin Amir tak kalah cerdik. Dia membalikkan tubuhnya. Lalu berjalan mundur seraya membungkukkan badannya. Pantatnya menunggingi sang Panglima Persia itu.

Rib’i bin Amir terus berjalan menghadap Rustum. Tetap menyandang tombaknya. Seketika itu pula hamparan permadani itu terkoyak-koyak oleh senjatanya itu. Melihat itu, para pembesar itu marah dan berseru, “Letakkan senjata itu!”

Rib'i menjawab, “Aku datang kemari hanyalah atas undangan kalian. Jika kalian suka, biarkan aku dalam keadaaanku sepert ini. Kalau tidak, aku pulang.”

“Biarkan dia menghadap!” kata Panglima Rustum.

Rustum lalu mengajukan sebuah pertanyaan, “Apa yang mendorong kalian datang ke negeri kami?”

Rib’i bin Amir, yang berdiri tegak penuh wibawa, menjawab dengan tegas, “Kami datang datang untuk memerdekakan manusia. Dari penyembahan kepada sesama manusia menuju penyembahan hanya kepada Allah SWT. Dari kesempitan ke keluasaannya. Dari kezaliman agama-agama ke keadilan Islam.”

Begitulah Ribi’i bin Amir. Ia menjelaskan bahwa kedatangan pasukan Khilafah Islam ke negeri Persia bukan karena ambisi ekonomi atau politik demi mengeksploitasi bangsa/negara yang dikuasai. Sebaliknya, kedatangan pasukan Khilafah Islam mereka membawa misi luhur: Memerdekakan manusia dari segala bentuk penindasan.  Menebarkan kebaikan, rahmat dan hidayah. Menerangi jalan hidup. Juga melenyapkan kezaliman yang membelenggu mereka. Inilah misi kemerdekaan Islam yang mulia. Misi yang diemban Khilafah Islam dalam setiap ekspansi (futuhat)-nya.

Sebelum Rib’i bin Amir, utusan lain yang datang kepada Rustum adalah Mughirah bin Syu’bah. Seperti ditulis oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayah wa an-Nihayah, Mughirah bin Syu’bah juga menyampaikan jawaban yang sama ketika ditanya Rustum. “Dunia bukanlah tujuan kami. Cita-cita dan tujuan kami adalah akhirat. Allah SWT telah mengutus kepada kami Rasul dan Dia berkata kepada dirinya, ‘Aku telah memberikan kekuasaan kepada kaum ini (kaum Muslim) atas orang-orang yang tidak tunduk pada agama-Ku.’”

Rustum bertanya lagi, “Agama apakah itu?”

Mughirah bin Syu’bah menjawab, “Pilar yang tegak di atas kesaksian bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah serta pengakuan atas semua yang datang dari-Nya.” (Ibn Katsir, Al-Bidayah wa an-Nihayah, IV/43).

Fragmen di atas setidaknya memberikan pelajaran berikut:

Politik luar negeri Daulah Islam atau Khilafah Islam adalah dakwah dan jihad. Inilah yang dipraktikkan oleh Rasululah saw. saat mengepalai pemerintahan Negara Islam di Madnah. Juga oleh Khulafaur Rasyidin dan para khalifah setelah mereka sepanjang sejarah Kekhilafahan Islam.

Ekspansi Daulah Islam atau Khilafah Islam tidaklah dimaksudkan untuk tujuan-tujuan duniawi, tetapi juga untuk tujuan-tujuan mulia: menyebarkan risalah tauhid yang substansinya adalah memerdekakan manusia dari penghambaan hanya kepada Penguasa manusia, yakni Allah SWT.

Misi kemerdekaan Islam inilah yang tidak dimiliki negara-negara Muslim saat ini. Bahkan yang mengklaim sebagai Negara Islam seperti Arab Saudi, Iran, Turki dsb. Pasalnya, Islam memang tidak dijadikan sebagai ideologi negara mereka. Islam paling banter hanya menjadi falsafah negara. Dasar negara mereka yang sebenarnya adalah sekularisme (menihilkan peran agama dalam mengatur kehidupan). Wajarlah jika negara-negara Muslim di Dunia Islam—khususnya di Timur Tengah—saat ini tidak memiliki wibawa, bahkan harga diri، di hadapan negara-negara kafir. Para penguasanya cenderung tidak mandiri. Mereka tunduk pada kekuatan negara-negara kafir imperialis. Karena itu alih-alih memiliki misi untuk memerdekakan negeri-negeri Muslim yang terjajah seperti Palestina, misalnya, yang amat dekat dengan mereka. Untuk mencegah negara-negara mereka dari intervensi negara-negara kafir imperialis pun mereka tak berdaya. Apalagi menyebarkan risalah Islam dengan dakwah dan jihad ke seluruh dunia.

Kondisi ini sangat kontras dengan kondisi Negara Islam pada zaman Nabi saw. Juga dengan kondisi Kekhilafahan Islam pada masa Khulafaur Rasyidin maupun para khilafah setelah mereka. Negara mereka begitu disegani bahkan ditakuti oleh negara-negara besar saat itu: Persia dan Romawi.

Kewibawaan Daulah Islam atau Khilafah Islam di hadapan negara-negara adidaya kafir saat itu antara lain tercermin dari sikap panglima pasukan Muslim, Rib’i bin Amir di atas. Orang-orang seperti Rib’i bin Amir tidak pernah kehilangan nyali ketika berhadapan dengan penguasa negara-negara besar.

Lalu bagaimana dengan Indonesia yang telah merayakan Hari Kemerdekaan untuk ke sekian kalinya?

Sayang. Jangankan memerdekakan bangsa dan umat lain. Memerdekakan dirinya dari ragam intervensi asing pun tak berdaya.

Alhasil, perayaan hari kemerdekaan setiap tahun di negeri ini acapkali hanyalah ritual tanpa arti. Tak bisa membuat kita bangga. Tak dapat memaksa kita membusungkan dada. Dengan sikap sempurna. Kecuali sebatas saat upacara menghormat bendera. Pasalnya, di dunia nyata ternyata semua asing yang punya. Di alam realita kaum imperialis tetap menjarah dan menjajah kita. Jika demikian, pekik merdeka sungguh selamanya akan tetap terasa hampa. []

Thursday, July 12, 2018

Keutamaan mempelajari Bahasa Arab

Kenapa mesti belajar bahasa Arab? Apa manfaatnya? Apa keutamaan mempelajari Bahasa Arab?
Walau kita bukan orang Arab, namun manfaatnya cukup besar jika kita mau mempelajari bahasa Arab.
Ini beberapa alasan kenapa kita mesti luangkan waktu untuk belajar bahasa Arab.

Pertama:

Keutamaan bahasa Arab amatlah jelas karena bahasa Arab adalah bahasa Al-Qur’an Al-Karim. Cukup alasan inilah yang jadi alasan besar kenapa kita harus mempelajari bahasa Arab. Keistimewaan bahasa Arab disebutkan dalam Al-Qur’an lebih dari sepuluh tempat, di antaranya pada ayat,
وَلَقَدْ ضَرَبْنَا لِلنَّاسِ فِي هَذَا الْقُرْآنِ مِنْ كُلِّ مَثَلٍ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ . قُرْآنًا عَرَبِيًّا غَيْرَ ذِي عِوَجٍ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
Sesungguhnya telah Kami buatkan bagi manusia dalam Al Quran ini setiap macam perumpamaan supaya mereka dapat pelajaran. (Ialah) Al Quran dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa.” (QS. Az-Zumar: 27-28)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
اللِّسَانُ العَرَبِي شِعَارُ الإِسْلاَمِ وَأَهْلِهِ
“Bahasa Arab adalah syi’ar Islam dan syi’ar kaum muslimin.” Disebutkan dalam Iqtidha’ Shirath Al-Mustaqim.

Kedua:

Dengan mempelajari bahasa Arab lebih mudah dalam menghafalkan, memahami, mengajarkan dan mengamalkan isi Al-Qur’an. Dengan modal bahasa Arab akan mudah pula dalam memahami hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, menghafalkan, menjelaskan serta mengamalkannya.

Ketiga:

Orang yang paham bahasa Arab, terutama paham kaedah-kaedah dalam ilmu nahwu akan semakin mudah memahami Islam daripada yang tidak mempelajarinya sama sekali. Apalagi jika tugas seseorang sebagai penyampai dakwah, menjadi seorang da’i, kyai atau ustadz, tentu lebih urgent lagi mempelajarinya agar mudah memberikan pemahaman agama yang benar pada orang banyak.

Keempat:

Orang yang paham bahasa Arab akan mudah menggali ilmu dari ulama secara langsung atau membaca berbagai karya ulama yang sudah banyak tersebar hingga saat ini. Sedangkan yang tidak paham bahasa Arab hanya bisa mengandalkan kitab terjemahan dan itu sifatnya terbatas.

Kelima:

Bahasa Arab itu bahasa yang lembut dan lebih mengenakkan hati, serta menentramkan jiwa.
Ibnu Katsir saat menjelaskan surat Yusuf ayat kedua menyatakan,
لأن لغة العرب أفصح اللغات وأبينها وأوسعها، وأكثرها تأدية للمعاني التي تقوم بالنفوس
“Karena bahasa Arab adalah bahasa yang paling fasih, paling jelas, paling luas (kosakatanya), dan paling banyak mengandung makna yang menentramkan jiwa.”

Keenam:

Bahasa Arab adalah bahasa yang paling mulia.
Ibnu Katsir rahimahullah juga menyatakan,
فلهذا أنزلَ أشرف الكتب بأشرف اللغات، على أشرف الرسل، بسفارة أشرف الملائكة، وكان ذلك في أشرف بقاع الأرض، وابتدئ إنزاله في أشرف شهور السنة وهو رمضان، فكمل من كل الوجوه
“Karena Al-Qur’an adalah kitab yang paling mulia, diturunkan dengan bahasa yang paling mulia, diajarkan pada Rasul yang paling mulia, disampaikan oleh malaikat yang paling mulia, diturunkan di tempat yang paling mulia di muka bumi, diturunkan pula di bulan yang mulia yaitu bulan Ramadhan. Dari berbagai sisi itu, kita bisa menilai bagaimanakah mulianya kitab suci Al-Qur’an.”
Oleh karena itu Allah nyatakan tentang bahasa Arab,
إِنَّا أَنزلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ
Sesungguhnya Kami menurunkannya berupa Al Quran dengan berbahasa Arab, agar kamu memahaminya.” (QS. Yusuf: 2)

Ketujuh:

Bahasa Arab adalah bahasa yang lurus, mudah dipahami dan mudah digunakan sebagai hukum bagi manusia.
Allah menyatakan sendiri,
قُرْآَنًا عَرَبِيًّا غَيْرَ ذِي عِوَجٍ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
“(Ialah) Al-Qur’an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya) supaya mereka bertakwa.” (QS. Az-Zumar: 28)
Dalam ayat lain disebutkan,
وَإِنَّهُ لَتَنْزِيلُ رَبِّ الْعَالَمِينَ (192) نَزَلَ بِهِ الرُّوحُ الْأَمِينُ (193) عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُونَ مِنَ الْمُنْذِرِينَ (194) بِلِسَانٍ عَرَبِيٍّ مُبِينٍ (195)
“Dan sesungguhnya Al Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS. Asy-Syu’ara: 192-195). Sebagaimana disebutkan dalam Zaad Al-Masiir karya Ibnul Jauzi, Al-Qur’an diturunkan dengan bahasa Arab yaitu bahasanya orang Quraisy yang setiap orang mudah memahaminya.
Juga dalam ayat lain disebutkan,
وَكَذَلِكَ أَنْزَلْنَاهُ حُكْمًا عَرَبِيًّا
Dan demikianlah, Kami telah menurunkan Al Quran itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab.” (QS. Ar-Ra’du: 37). Disebutkan dalam Tafsir Al-Jalalain, bahasa Arab digunakan sebagai hukum di tengah-tengah manusia. Dalam Zaad Al-Masiir disebutkan bahwa bahasa Arab bisa digunakan untuk menerangkan hukum-hukum yang wajib.
Masih tak tergerak hati Anda untuk mempelajari bahasa yang paling mulia dan dicintai oleh Allah?
Semoga Allah mudahkan untuk mempelajari bahasa Arab. Ihrish ‘ala maa yanfa’uk, semangatlah dalam hal yang manfaat untukmu.


Sumber: https://rumaysho.com/12720-7-alasan-harus-belajar-bahasa-arab.html

Monday, July 9, 2018

Dampak negatif Tik Tok dan solusinya

Sedihnya, kebanyakan remaja yang kebablasan itu adalah remaja Islam yang terjerumus mengikuti gaya hidup bebas ala Barat. Barat dijadikan kiblat dalam menjalani kehidupan. Halal dan haram tidak lagi dijadikan sebagai standar berbuat. Yang penting trendi dan bisa meraih eksistensi diri.
_____________ 
Aplikasi Tik Tok  Potret Generasi Alay Yang Abai

bahaya tiktok dan solusinya


Oleh: Yusriana

Copas dari #MuslimahNewsID -- Para pegiat dunia maya tentu sangat merasakan hebohnya pemberitaan sosok Bowo Alpenliebe yang mendadak viral bermodal aplikasi Tik Tok.  Remaja 13 tahun yang bernama asli Prabowo Mondardo dan masih duduk di kelas VIII SMP ini  membuat gempar dunia instagram karena menjadi seleb di “aplikasi alay”.  Followernya pun sudah mencapai 400 ribuan.

Bagi yang masih asing dengan aplikasi TikTok yang sedang hits dan belakangan diblokir di Indonesia ini, perlu diketahui aplikasi ini adalah aplikasi yang memberikan special effects unik dan menarik yang dapat digunakan oleh penggunanya dengan mudah untuk membuat video pendek serta dapat dipamerkan kepada teman-teman atau pengguna lainnya.

Aplikasi sosial video pendek (yang lagi-lagi) dikembangkan oleh Cina ini memiliki dukungan musik yang banyak sehingga penggunanya dapat melakukan performanya dengan tarian, gaya bebas, dll sebagaimana yang dilakukan oleh Bowo.
===

Generasi alay kebablasan

Bowo hanyalah satu dari sekian banyak artis dadakan di dunia maya. Viralnya Bowo pun bukanlah fenomena baru. Pasti kita masih ingat Sinta dan Jojo, dua remaja yang mendadak tenar dengan lipsing ‘Keong Racun’nya. Kita juga tak asing dengan nama Awkarin, Yusi Fadila dan yang tidak lama sebelum ini adalah sosok Nuraini yang mendadak ‘ngartis’ berkat aksinya di dunia maya dengan artis favoritnya.

Hanya saja sejak kehadiran aplikasi Tik Tok  hingga naik daun di Indonesia, aplikasi ini kebanyakan menghadirkan anak-anak muda alay yang cuma joget-joget tak jelas dan tentu miskin manfaat. Parahnya pengguna aplikasi Tik Tok ini banyak juga dari kalangan  remaja putri yang dengan bangga memamerkan tubuh yang seharusnya bukan menjadi konsumsi publik. Bahkan berikutnya para remaja berkerudung pun turut berjingkrak-jingkrak meramaikan dunia Tik Tok. Inilah yang sangat membuat miris. Menyaksikan fakta generasi Bowo di zaman now yang sibuk dengan aktifitas hura-hura, miskin faedah.

Yang lebih membuat miris hingga mengiris hati ini adalah menyaksikan tingkah laku para fans Bowo. Mereka begitu fanatiknya dalam mengidolakan figur Bowo. Di akun-akun para penggemar Bowo itu bertebaran ungkapan-ungkapan yang di luar batas. Seperti: “Kak Bowo ganteng banget. Saya rela ga masuk surga asal perawanku pecah sama Kak Bowo”.  “Ambil aja keperawananku untuk kaka aku iklas”, “Bikin agama baru yuk, Kak Bowo Tuhannya, kita semua umatnya. Yang mau jadi Nabinya chat aku ya.” “tiada yang hebat selain tuhan kita Bowohuakbar”,  “Tiada tuhan selain Bowo kalian harus tunduk sama Bowo tuhanquee. Yang ga tunduk kalian masuk neraka jahanam ya…” dan lain sebagainya.

Astagfirullah… inilah fenomena remaja kebablasan yang sangat memprihatinkan. Inilah bukti semakin menjamurnya generasi alay yang abai terhadap identitas dirinya. Bahkan abai terhadap kehidupannya.

Belum lagi demi jumpa dengan Bowo dalam kesempatan meet and greet yang bertarif 80.000 sampai 100 ribu rupiah, banyak fansnya yang keblinger. Ada yang mengatakan “aku rela jual ginjal ibuku untuk ketemu sama kak Bowo”.  Sempat viral juga curhatan seorang ayah yang mengeluhkan kelakuan anaknya yang fans berat Bowo. "Anak saya sudah tergila gila sama bowo. Sampai maling duit saya di laci 500 ribu untuk ketemu Bowo padahal buat bayar kontrakan”.  Sungguh tak masuk akal sehat. Rela melakukan apa pun demi sekedar bertemu seorang fans yang tak kenal dengan dirinya.
===

Biang keladi Generasi Alay

Sejatinya Bowo dan para selebgram lainnya adalah korban kemajuan teknologi di era globalisasi, sementara fansnya adalah korban rusaknya sistem yang mengagungkan kebebasan. Inilah buah nyata dari sistem sekuler yang diterapkan saat ini, sistem yang memisahkan agama dari kehidupan. Sistem sekuler menjadikan agama hanya sebatas ritual, disepelekan, bahkan dihinakan. Hasilnya, remaja zaman now mengalami krisis identitas. Tidak memahami jati dirinya. Jauh dari agama dan lebih memilih gaya hidup bebas sebebas-bebasnya, semaunya, dan kebablasan.

Sedihnya, kebanyakan remaja yang kebablasan itu adalah remaja Islam yang terjerumus mengikuti gaya hidup bebas ala Barat. Barat dijadikan kiblat dalam menjalani kehidupan. Halal dan haram tidak lagi dijadikan sebagai standar berbuat. Yang penting trendi dan bisa meraih eksistensi diri. Yang penting terpuaskan segala hasrat. Beginilah kebanyakan remaja zaman now! Wallhasil, kehidupan remaja Islam yang serba bebas ini tidak membawa maslahat bagi dirinya apalagi untuk umat.

Sebaliknya, mudharat atau kerusakan siap menerkam dan mencabik-cabik remaja Islam. Hidup tanpa aturan Sang Pencipta memang ibarat hidup dalam rimba. Semrawut tak tentu arah dan menghantarkan pada binasa. Karena begitulah hakikat kebebasan, biang dari kebinasaan.

Selain sistem sekuler yang rusak dan merusak, sistem kapitalis yang menjadi pondasi ekonomi negeri ini juga berkontibusi besar merusak generasi zaman now. Sistem kapitalis selalu berhasrat meraup keuntungan besar. Walhasil penggunaan media yang menguntungkan para kapitalis tidak selalu memperhatikan bagaimana dampak media bagi generasi.

Penggunaan media tanpa batas seperti pada aplikasi Tik Tok di kalangan remaja terus dieksplor untuk memenuhi hasrat para kapital. Terbukti ketika aplikasi tik tok diblokir, namun karena desakan para kapitalis Cina yang tak ingin merugi, penguasa negeri ini menjanjikan aplikasi ini akan dibuka kembali aksesnya dengan catatan pihak pengelola memperbaiki konten aplikasinya.

Lalu adakah jaminan dengan perbaikan konten aplikasi tersebut para remaja Indonesia tidak akan terjerumus pada perilaku sia-sia lewat aktifitas tak bermanfaat seperti sebelumnya? Apakah ada jaminan mereka terhindar dari pemikiran dan perilaku liberal ketika mereka terus dibiarkan bebas beraksi di Tik Tok atau pun aplikasi lainnya?

Maka disadari atau tidak, sebenarnya penerapan sistem sekuler kapitalis inilah yang membidani lahirnya generasi ‘Bowo’ yang alay dan abai ini. Jika sistem ini terus dipertahankan, tak menutup kemungkinan the next ‘Bowo’ akan terus tumbuh subur bahkan lebih hancur dari yang sudah ada.
===

Tanggung jawab siapa? (Solusinya?)

Sebagai seorang muslim sudah seharusnya tata nilai agama dijadikan standar dalam memilih dan memilah hal-hal positif dan negatif dari globalisasi, termasuk media. Tak dipungkiri lingkungan keluarga, yaitu orang tua khususnya Ibu sebagai sekolah yang pertama dan utama bagi anak sangat bertangungjawab dalam mempengaruhi standarisasi anak-anaknya.

Apalagi di masa remaja, dimana mereka dalam fase mencari pengakuan diri, sangat penting bagi para orang tua memberikan apresiasi dan menanamkan tentang hakikat diri. Orangtualah yang memiliki andil sangat besar dalam meletakkan dasar-dasar kepribadian Islam sejak awal, agar remaja memiliki cara berfikir dan bersikap yang dilandasi oleh akidah Islam.

Penanaman nilai keimanan oleh orang tua yang ditempuh melalui kesadaran merupakan bagian terpenting dan paling mendasar. Orang tua harus meyakinkan anaknya bahwa manusia adalah makhluk Allah Subhanahu wa ta'ala, tujuan hidup untuk beribadah kepada Allah, dan setelah kehidupan akan ada balasan atas perbuatan manusia baik ataupun buruk. Selanjutnya mereka ditanamkan pula hal-hal yang diperintahkan agama untuk dilakukan (wajib), hal-hal yang dilarang (haram) ataupun yang berbentuk pilihan (mubah), yaitu yang bermanfaat dilakukan dan menghindari yang tidak bermanfaat.

Walhasil di saat mencapai usia baligh seperti remaja saat ini mereka telah memiliki prinsip dan sikap hidup yang kuat. Mereka tahu pasti apa yang seharusnya mereka lakukan dan akan mereka capai di masa yang akan datang.  Bahkan mereka tahu apa konsekwensi dari setiap perbuatan yang dilakukannya baik di dunia maupun di akhirat. Inilah yang akan menjadi imunitas terkuat yang dimiliki remaja ketika dihadapkan pada nilai-nilai tertentu di era globalisasi ini. Secara otomatis akan terjadi filterisasi nilai baik ataupun buruk dengan standar agama. Dengan demikian remaja akan memiliki identitas diri yang  jelas dan tidak terjebak dalam perilaku alay seperti remaja pegiat Tik Tok saat ini.

Peran lingkungan juga tak kalah penting. Dalam pembentukan seorang remaja menjadi insan mulia yang memiliki identitas dan hakikat diri, tak cukup sekadar peran keluarga. Sangat diperlukan juga lingkungan yang mendukung. Sulit mendidik mereka taat agama saat lingkungan justru menampilkan sebaliknya. Maka lingkungan pendidikan (sekolah) dan lingkungan masyarakat sangat penting dan strategis.

Adapun sekolah, perannya adalah memberlakukan kurikulum pendidikan yang mampu menghasilkan anak didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa. Sehingga setiap materi yang diberikan di sekolah selayaknya mencakup peningkatan kemampuan anak didik dalam setiap aspek kecerdasan, yaitu aspek spiritual, sekaligus intelektual maupun emosional. Ketika guru di sekolah hanya menekankan aspek intelektual, sekedar mendorong siswa untuk mengejar nilai tinggi, akhirnya banyak siswa yang terabaikan spiritual dan emosionalnya lalu beralih mencari kesenangan di dunia maya maupun di dunia nyata.

Sementara peran masyarakat juga tak kalah pentingnya, sebab kondisi lingkungan di sekitar remaja akan turut memberikan warna bagi perkembangan kepribadiannya. Sekalipun kita  menyadari bahwa di mana pun saat ini hampir tak ada tempat yang steril dari teladan-teladan negatif. Buktinya banyak sekali tempat-tempat umum yang mempertontonkan berbagai aksi pelanggaran terhadap ajaran agama. Sudah selayaknya kita membangun masyarakat yang memiliki kontrol sosial, yang tidak cuek bebek bahkan mendukung kemaksiatan.

Peran yang sama sekali tak bisa diabaikan adalah peran penguasa. Karena bagaimana pun kerja keras orang tua, para guru di sekolah, dan juga masyarakat untuk menghindarkan remaja dari pengaruh buruk globalisasi, semuanya akan bagai pasir yang disapu ombak, tak bisa bertahan melawan gempuran sistem rusak dan merusak yang diterapkan penguasa.

Maka sistem kapitalis-sekuler yang terbukti memproduksi kerusakan remaja sebagaimana yang terjadi pada para fans Bowo, sudah selayaknya dicampakkan. Kemudian sudah sepatutnya kita beralih kepada sistem aturan yang berasal dari Sang Pencipta manusia dan alam semesta.

Inilah sistem Islam yang telah terbukti secara fakta historis mampu mencetak generasi tangguh yang hanya menghamba kepada Rabbnya sekaligus memberikan kontribusi terbaik bagi peradaban manusia sepanjang zaman. Karena hanya dalam sistem Islam dalam bingkai Khilafah Islamiyyah-lah kemaslahatan akan terwujud.

Semoga dengan diterapkannya sistem Islam tak akan ada lagi generasi alay yang abai pada Rabbnya, digantikan dengan generasi tangguh, yang siap bersungguh-sungguh membangun peradaban cemerlang.
Wallahu a’lamu bi ashowab.
===

Artikel ini diambil dari materi diskusi online Grup WhatsApp Muslimah News ID dari Fanpage Muslimah News ID
*

Mari BERGABUNG di Telegram CHANNEL MUSLIMAH https://t.me/komunitasmuslimah

Mengikat Hati


Oleh: ust. Felix Siauw



Link Vidio Seruan Persatuan dari ulama terkenal Indonesia: UAS, UAH, Ustadz Bachtiar Nasir, Ustadz Felix Siauw, Ustadz Fadlan, Ustadz Abdullah Hadrami.

Dalam dunia ini, ada banyak hal yang kita lalui tanpa kita ingat, tapi ada beberapa hal yang jadi benar-benar kita hargai, "moments we treasure", momentum yang selalu kita kenang sebab keindahan, kehangatan, dan apa yang dibangun selepas itu

dan momen ini adalah gabungan ke semuanya, persatuan untuk umat, pesan untuk berpegang teguh pada Al-Qur'an dan As-Sunnah. Dan komitmen untuk saling mendukung tanpa tercerai-berai

Ini cinta pada Indonesia yang bukan hanya mengaku, ini cinta pada ummat bukan hanya klaim, ini cinta pada Allah dan Rasul-Nya melebihi segala, lebih dari dunia, apalagi hanya diri sendiri

Doakan agar semua di gambar ini istiqamah, dalam berpegang pada Islam, menjadi penunjuk bagi ummat, dan bersama ummat menegakkan apa yang Allah turunkan berupa Al-Qur'an dan As-Sunnah 🙂🙂🙂
===

Mari kita Viralkan vidio Seruan Persatuan dari ulama terkenal Indonesia: Ustadz Abdul Somad, Ustadz Adi Hidayat, Ustadz Bachtiar Nasir, Ustadz Felix Siauw, Ustadz Fadlan, Ustadz Abdullah Hadrami.    Mari kita tonton dan sebarkan, semoga lebih bermanfaat & semoga persatuan umat islam segera terwujud sehingga islam rahmatan lil alaamin bisa terwujud.    

آمِـــــيْنْ يَا رَبَّ الْعَـــالَمِيْنْ

Video lengkap (12 menit), pesan persatuan ulama Indonesia, di sela-sela acara Multaqa Ulama dan Da'i Asia Tenggara, Afrika dan Eropa di Jakarta, Juli 2018

Tuesday, June 19, 2018

KAUM BERPENYAKIT, SAPI BETINA dan KHILAFAH

KAUM BERPENYAKIT, SAPI BETINA, KHILAFAH

Sebelumnya, saya mohon maaf yang sebesar-besarnya karena yang menulis ini (saya pribadi) tidak lebih baik dari orang-orang yang dimaksud dalam tulisan ini.
Saya memang merasakan sendiri bagaimana keadaan saat selalu mencari-cari alasan/alibi/kesempatan untuk bermaksiat, sehingga kita merasa mendapatkan pembenaran dari perbuatan kita.

Kita membahas hikmah & pencerminannya kepada orang-orang yang dimaksud oleh tulisan ini.
Tadabbur level ringan.
Apa yang benar hanya berasal dari Allah, & apa yang salah berasal dari makhluk ciptaanNya.

Mungkin saudara pernah mendengar kisah sapi betina dalam Al-Qur'an?
Tepatnya pada surat Al-Baqarah.
Pernahkah antum bertanya, mengapa surat itu berjudul Al-Baqarah (sapi betina)?

Disini kita mendapatkan sedikit hikmah & pelajarannya.

Surat Al-Baqarah berisi banyak sekali hukum dari Allah.
Dan kalau hukum-hukum itu disodorkan kepada orang-orang yang berpenyakit hatinya, maka mereka akan bertingkah seperti orang-orang Yahudi yang diperintahkan Allah & RasulNya untuk menyembelih sapi betina tersebut.

Terus-menerus bertanya, mencari alasan, mengulur-ulur, mencari alibi, & berbagai macam bentuk pembangkangan lainnya kepada sesuatu yang padahal mereka tahu itu benar namun mereka tidak menyukainya.

Semua itu terjadi karena perintah atau janji dari Allah & RasulNya tidak sesuai dengan selera, nafsu, akal, & kebutuhan mereka.

MEREKA SEMUA TERUS-MENERUS BERTANYA DENGAN TUJUAN AGAR PERINTAH ITU TIDAK JADI DILAKSANAKAN.

Tapi Allah & NabiNya tetap mendesak mereka agar menjalankan perintahNya, apapun alasan mereka.

Kejadiannya mirip seperti kaum Yahudi pada jaman Nabi Musa A.S.
Semakin banyak bertanya, mereka justru semakin sulit mendapatkan sapi itu.
Andai mereka menurut saat perintah pertama, mereka bebas memilih sapi manapun.
Namun, sifat membangkang justru membuat mereka semakin sulit.
Setelah banyak pertanyaan, mereka justru harus mendapatkan sapi yang sempurna.
Rupanya mereka menyadari kebodohan mereka itu.
Akhirnya, mereka pun mencukupkan pertanyaan dan mulai mencari jenis sapi yang elok itu.
“Sekarang kamu menerangkan sapi itu dengan lengkap,” kata mereka.

Coba bayangkan, pada waktu itu bani Israil malah menganggap perintah Allah & Rasulullah Musa sebagai ejekan.

Sama saja seperti sekarang. Sudah tahu bahwa syariat & Khilafah adalah perintah sekaligus janji dari Allah & RasulNya, mereka malah menganggapnya sebagai makar, perusak tatanan, terorisme, provokasi, radikalisme, extrimisme, pemecah belah, wahabi, dsb.

Di luar kaum munafik, kaum sekuler, kaum liberal, & setan-setan bertopeng Islam...
Mari kita lihat tingkah mereka pada jaman sekarang saat "disuruh menyembelih sapi betina".

Pertama mari kita sodorkan:
"Tegakkan Khilafah, sebagai pelindung umat Muslim & pelaksana hukum Syariat yang kaffah".
Mereka berkata:

*) TOLAK KHILAFAH, SAYA INDONESIA, SAYA PANCASILA, NKRI HARGA MATI, PANCASILA HARGA MATI !!!
Lalu kita katakan, "Khilafah itu kewajiban umat Muslim, Khilafah itu ajaran Islam, bukan kewajiban sekelompok ormas saja. Khilafah adalah warisan Rasulullah & para sahabat".
Selanjutnya, mereka mengatakan:

*) KHILAFAH MENGANCAM NKRI !!! YANG MENOLAK PANCASILA & UNDANG-UNDANG KELUAR SAJA DARI NKRI !!!
Lalu kita katakan lagi, "yang menolak hukum Allah & RasulNya secara kaffah silahkan keluar dari alam semestanya Allah. Allah itu bukan bawahanmu yang harus tunduk, patuh, & menyesuaikan diri dengan keputusan pendiri bangsa, pemerintah, kapolri, & pancasila. Allah lebih tinggi dari itu semua".
Lalu mereka mengatakan:

*) KHILAFAH TIDAK ADA DALAM AL-QUR'AN !!! KHILAFAH ITU HANYA SUNNAH & IJTIHAD PARA ULAMA !!! KHALIFAH HANYA SEBUTAN SAJA UNTUK PEMIMPIN NEGARA !!!
Lalu kita menentang pendapat mereka, bahwa Khilafah hukumnya wajib. Kita juga menunjukkan bahwa ada hadits Rasulullah S.A.W tentang kaum/golongan yang anti hadits, hanya mengambil dari Al-Qur'an saja. Mulai dari masalah sholat 5 waktu, Khilafah, dan berbagai macam contoh lainnya.
Setelah tahu kebenaran, mereka beralibi lagi:

*) KHILAFAH ITU HANYA ADA PADA JAMAN RASULULLAH & PARA SAHABAT, SEKARANG SUDAH BEDA JAMAN !!!
Lalu kita menunjukkan dalil, riwayat, serta pendapat para ulama besar terdahulu, termasuk pendapat imam 4 madzhab.
Setelah tahu semua itu, mereka beralasan:

*) KHILAFAH BOLEH ADA TAPI DENGAN DASAR NASIONALISME & TIDAK MENGANCAM NKRI !!! KHILAFAHNYA ADALAH KHILAFAH PANCASILA !!!
Lalu kita menunjukkan dalil tentang haramnya ashobiyah atau fanatisme jahiliyah (nasionalisme, fanatik ras, fanatik kesukuan, fanatik kelompok, fanatik nasab, fanatik madzhab, dll). Kita juga menerangkan bahwa di dalam Islam, konsep nasionalisme berbeda dengan konsep cinta tanah air & bela negara di dalam ajaran Islam. Kita beritahukan mereka bahwa nasionalisme bisa memecah belah umat Muslim di seluruh dunia, menyebabkan lemahnya persatuan umat.
Kembali kita sebutkan kebenaran menggunakan dalil & alasan ilmiah, kembali juga mereka menentangnya dengan alibi:

*) KHILAFAHNYA ADALAH KHILAFAH AL-MAHDI, BUKAN KHILAFAH VERSI KAMU !!!
@#$%^  &%$#@!  $%^&*(  ^%$  #@!#$%^&* !!!!!
Iya, Khilafahnya harus Khilafah Islam, bukan versi kita, DAN JUGA BUKAN VERSI KAMU.
Padahal kita sudah menunjukkan berbagai dalil & riwayat serta segala penjelasannya, baik dalam Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijma' Sahabat, & Qiyas, termasuk pendapat para ulama besar jaman dahulu, bahwa Khilafah yang kita dirikan adalah Khilafah Islam, Khilafah Rasyidah ala minhajin nubuwah.

TAHUKAH ANDA, alasan terakhir yang sedang marak ini, ("Khilafahnya adalah Khilafah Al-Mahdi") itu hanya permainan alibi atau pertahanan emosional saja untuk menutupi-nutupi bahwa selama ini mereka salah?

Gambaran yang paling gampang yaitu, mereka mencari-cari dalil Islam sendiri untuk menentang & menolak Islam, termasuk bentuk penolakan mereka terhadap Khilafah.

Mereka kalah dalil, kalah ilmiah, kalah kebenaran, & terus beralasan seperti kaum Yahudi saat diperintahkan Allah & RasulNya untuk menyembelih sapi betina.

Untuk alasan mereka yang terakhir di atas, PERLU ANDA TAHU sebelumnya bahwa:
Imam Mahdi nanti pasti menang, Islam akan menguasa dunia (termasuk Indonesia), bumi akan dimakmurkan oleh Allah melalui Islam, & Islam akan masuk ke setiap rumah di seluruh penjuru bumi.

TAPI....!!!!!
(masih untuk alasan terakhir mereka)
Mereka semua akan kembali bertingkah seperti Yahudi.
Apa maksud saya?

Kalau tadi mereka menunjukkan kelakuan Yahudi saat diperintah menyembelih sapi betina, lalu kelakuan Yahudi lainnya akan muncul seperti saat mereka menunggu Nabi terakhir mereka yang akan muncul di Madinah.
Begini kelakuan Yahudi yang lainnya:

Jaman sebelum Rasulullah S.A.W lahir & diutus menjadi Nabi oleh Allah S.W.T, orang-orang Yahudi pergi ke kota Madinah (Yatsrib) untuk menunggu kedatangan Nabi terakhirnya yang telah tertulis di dalam kitab mereka.

(INGAT BAIK-BAIK) Mereka gembar-gembor soal "Nabi terakhir", "Nabi terakhir", "Nabi terakhir".

Tapi begitu Nabi terakhirnya muncul, mereka mendustakan Nabi Muhammad karena tidak berasal dari golongan Yahudi.

Sama saja seperti alasan terakhir mereka.
Gembar-gembor soal "imam Mahdi", "imam Mahdi", "imam Mahdi", tapi begitu Al-Mahdinya keluar, mereka mungkin akan memusuhinya.

Karena Al-Mahdi akan memimpin Khilafah, sementara mereka menolak Khilafah.
Al-Mahdi hanya akan berhukum dengan Qur'an, Sunnah, Ijma', & Qiyas, tidak menggunakan hukum jahiliyah buatan manusia.
Al-Mahdi hanya akan berideologi Islam, bukan ideologi pancasila, kapitalisme, & komunisme.
Islamnya Al-Mahdi akan kaffah, sementara mereka menghendaki kesenangan dunia.
Seperti Yahudi pada jaman Rasulullah juga akhirnya.

Beliau (Al-Mahdi) pasti menang, tapi awal perjuangannya akan didustakan.

Inilah mereka, Al-Mahdi, Khilafah, sifat Yahudi, & sapi betina nanti.
Dan semoga kita semua digiring & dibimbing oleh Allah menuju perjuangan Islam yang benar, bukan hanya klaim kelompok maupun pembenaran semata.

Monday, June 18, 2018

PENAKLUKAN DALAM ISLAM BUKAN PENJAJAHAN

PENAKLUKAN DALAM ISLAM ITU DAKWAH “ISLAM RAHMATAN LIL-‘ALAMIN”, BUKAN PENJAJAHAN

_“Islam kita ini Islam nusantara, Islam kita ini Islam yang sejati bukan Islam abal-abal model Timur Tengah. Ini Islam sejati, Islam nusantara ini, serius! serius! … Kenapa Islam nusantara mampu menjadi Islam yang sejati? karena Islam hadir dan hidup di nusantara ini bukan sebagai penakluk. Lain dengan yang di Arab dan anak-anak peradabannya, semuanya Islam datang sebagai penakluk.. yaa kurang lebih sebagai penjajah.”_

Begitulah narasi yang dibawakan oleh Yahya Staquf dalam sebuah potongan video yang sedang viral bebarapa hari terakhir, bersamaan dengan viralnya video talkshow dirinya di wilayah pendudukan Israel.

Dalam narasinya tersebut, Yahya Staquf mengangkat “Islam Nusantara” dan merendahkan “Islam Arab”. Lebih memperihatinkan lagi adalah alasan bahwa itu disebabkan karena Islam Arab datang sebagai penakluk, yang itu ia samakan dengan penjajahan. Itu berarti secara tidak langsung menganggap Rasulullah saw beserta para Khulafa’ Rasyidun ra layaknya penjajah. Karena di tangan beliau-beliaulah Islam tersebar di jazirah Arab dan anak-anak peradabannya. _wal ‘iyâdzu billâh._

Mari kita fokus pada isu penaklukan dalam Islam yang ia samakan dengan penjajahan. Benarkah demikian? Mari kita lihat dari sudut pandang bagaimana itu penaklukan dalam Islam, dan apa itu penjajahan. Sering kali aspek ini juga disalahpahami oleh sebagian kaum muslim akibat propaganda yang dilakukan oleh kaum orientalis atau para penyambung lidah mereka, bahwa Islam disebarkan dengan pedang alias dengan pemaksaan, kekerasan, atau semacamnya.

*Menaklukkan Demi Dakwah Islam Tanpa Paksaan*

Penaklukan dalam Islam atau yang juga dikenal dengan pembebasan dan futuhat adalah bagian daripada syari’at jihad. Yaitu tepatnya jihad yang bersifat offensive _(jihâd hujûmî),_ yang diartikan sebagai:

القتال الهجومي : وهو الذي يبدؤه المسلمون عندما يتجهون بالدعوة الإسلامية إلي الأُمم الأخرى في بلادها ، فيصدّهم حكامها عن أن يَبْلُغوا بكلمة الحق سمع الناس .

_“Perang yang bersifat offensive; yaitu perang yang dimulai oleh kaum muslim ketika mereka memaksudkan dakwah Islam kepada umat lain di negeri mereka, namun penguasanya menghalang-halangi kaum muslim untuk menyampaikan kebenaran.”_ (Mushthafa Dib al-Bugha dkk., al-Fiqh al-Manhajî ‘alâ Madzhab al-Imâm al-Syâfi’î, juz 8 hlm 115)

Inti daripada jihad ini adalah dakwah, yaitu agar Islam masuk, tersiar, dan diterapkan di wilayah yang menjadi target dakwah. Adapun perang, sebatas untuk menghilangkan penghalang dakwah yang biasanya datang dari penguasa wilayah setempat.

Jihad offensive ini dalam keterangan para ulama, hukumnya _fardhu kifayah_ yang lazim dilaksanakan minimal setahun sekali.

أن يغزو كل عام إما بنفسه أو بسراياه على الإمام ، ولا يعطل الجهاد إذا قدر عليه : لأن فرضه على الأبد ما بقي للكفار دار ، والذي استقرت عليه سيرة الخلفاء الراشدين أن يكون لهم في كل سنة أربع غزوات ، صيفية في الصيف ، وشتوية في الشتاء ، وربيعية في الربيع ، وخريفية في الخريف . ... فإن عجز الإمام عن أربع غزوات في كل عام انتصر منها على ما قدر عليه . وأقل ما عليه أن يغزو في كل عام مرة ، ولا يجوز أن يتركها إلا من ضرورة.

_“Wajib seorang imam (khalifah) untuk menyelenggarakan perang (jihad) setiap tahun, baik dengan melibatkan dirinya langsung maupun dengan mengirim pasukan, dan tidak boleh menelantarkan jihad apabila ada kemampuan untuk itu. Sebab wajibnya jihad itu berlaku untuk selamanya, selama kaum kafir memiliki wilayah kekuasaan. Dan yang menjadi ketetapan pada masa Khulafa Rasyidin adalah mereka setiap tahunnya menyelenggarakan empat kali jihad; di musim panas, di musim dingin, di musim semi, dan di musim gugur. … Apabila sang imam (khalifah) tidak mampu menyelenggarakan empat kali jihad di setiap tahunnya, maka dilakukan semampunya menurut kemampuan maksimal yang dimilikinya. Sedangkan minimal yang wajib untuk dilaksanakannya di setiap tahun adalah satu kali. Dan tidak boleh ditinggalkan kecuali dengan alasan darurat.”_ (al-Mawardi, al-hâwî al-kabîr, juz 14 hlm 301)

Meski berupa aktivitas perang fisik, jihad jenis ini tidak dilakukan secara sembarangan. Akan tetapi memiliki tata cara tertentu yang khas. Yakni diawali dengan menawarkan kepada penguasa kaum kafir untuk memilih salah satu dari tiga pilihan: masuk Islam, membayar jizyah (dengan tetap dalam kekafiran), atau perang.

Tiga pilihan ini merupakan kaifiyah baku yang datang dari Rasulullah saw. Beliau bersabda:

وإذا لقيت عدوك من المشركين ، فادعهم إلى ثلاث خصال -أو خلال- فأيتهن ما أجابوك فاقبل منهم ، وكف عنهم ، ثم ادعهم إلى الإسلام ، فإن أجابوك ، فاقبل منهم ، وكف عنهم ، ... فإن هم أبوا فسلهم الجزية ، فإن هم أجابوك فاقبل منهم ، وكف عنهم ، فإن هم أبوا فاستعن بالله وقاتلهم .

_"Jika kamu menjumpai musuhmu kaum musyrik, maka serulah mereka untuk memilih salah satu dari tiga perkara. Apapun dari ketiganya yang mereka pilih maka kamu harus menerimanya. Serulah mereka untuk masuk Islam, jika mereka mau maka terimalah dan biarkan mereka … jika mereka tidak mau maka mintalah dari mereka jizyah, jika mereka mau maka terimalah dan biarkan mereka. Jika mereka tidak mau, maka mintalah pertolongan pada Allah perangilah mereka._ (HR. Muslim, Abu Dawud, dan Ahmad)

Bakunya seruan di atas tergambar jelas di antaranya dalam pembicaraan antara ‘Ubadah bin al-Shamit ra yang merupakan utusan panglima ‘Amr bin al-‘Ash ra, yang diutus khalifah ‘Umar bin al-Khaththab ra untuk membebaskan negeri Syam, dengan raja Muqauqis berikut.

... فانظر الذي تريد فبينه لنا ، فليس بيننا وبينكم خصلة نقلبها منكم ، ولا نجيبك إليها إلا خصلة من ثلاث، فاختر أيها شئت ، ولا تُطمع نفسك في الباطل؛ بذلك أمرني الأمير ، وبها أمره أمير المؤمنين ؛ وهو عهد رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ من قبل إلينا .

أما إن أجبتم إلى الإسلام الذي هو الدين الذي لا يقبل الله غيره ، وهو دين أنبيائه ورسله وملائكته ، أمرنا الله أن نقاتل من خالفه ورغب عنه حتى يدخل فيه ، فإن فعل كان له ما لنا وعليه ما علينا ، وكان أخانا في دين الله ؛ فإن قبلت ذلك أنت وأصحابك ، فقد سعدتم في الدنيا والآخرة ، ورجعنا عن قتالكم ، ولا نستحل أذاكم ، ولا التعرض لكم ، وإن أبيتم إلا الجزية ، فأدوا إلينا الجزية عن يد وأنتم صاغرون ، نعاملكم على شيء نرضى به نحن وأنتم في كل عام أبدًا ما بقينا وبقيتم ، ونقاتل عنكم من ناوأكم وعرض لكم في شيء من أرضكم ودمائكم وأموالكم، ونقوم بذلك عنكم ؛ إذ كنتم في ذمتنا، وكان لكم به عهد الله علينا ، وإن أبيتم فليس بيننا وبينكم إلا المحاكمة بالسيف حتى نموت من آخرنا ، أو نصيب ما نريد منكم ؛ هذا ديننا الذي ندين الله به ، ولا يجوز لنا فيما بيننا وبينه غيره، فانظروا لأنفسكم .

فقال له المقوقس : هذا مما لا يكون أبدًا ، ما تريدون إلا أن تأخذونا لكم عبيدًا ما كانت الدنيا . فقال له عبادة : هو ذاك ، فاختر ما شئت . فقال له المقوقس : أفلا تجيبونا إلى خصلة غير هذه الخصال الثلاث ؟ فرفع عبادة يديه ، وقال : لا ورب السماء ورب هذه الأرض ورب كل شيء ، ما لكم عندنا خصلة غيرها ، فاختاروا لأنفسكم .

_“(’Ubadah bin al-Shamit ra.): … Pikirkanlah dan terangkan kepada kami apa yang anda mau. Antara kita tidak ada pilihan yang akan kami terima dan tidak pula pilihan lain selain salah satu dari tiga pilihan saja. Pilihlah mana yang anda mau, jangan perturutkan hawa nafsu anda dalam kebatilan. Begitulah aku diperintahkan oleh amir (amir jihad), dan begitu pula-lah amirul mukminin (khalifah) memerintahkan beliau. Dan sebelumnya, itu merupakan amanat dari Rasulullah saw kepada kami._

_Yaitu antara memenuhi seruan masuk Islam, yang merupakan agama satu-satunya yang diterima oleh Allah, ialah agama para nabi, rasul, dan malaikat-Nya. Allah memerintahkan kami untuk memerangi siapa saja yang menyelisihi dan membencinya hingga ia masuk ke dalamnya. Apabila ia lakukan itu (masuk Islam) maka ia akan mendapat hak dan kewajiban yang sama dengan kami, dan akan menjadi saudara se-Islam kami. Jika anda dan sahabat-sahabat anda memilih itu, maka kalian pasti bahagia di dunia dan di akhirat, dan kami akan pulang dari memerangi kalian, dan tidak menyakiti kalian, dan tidak pula menantang kalian. Tapi jika kalian tidak mau kecuali membayar jizyah, maka tunaikanlah jizyah kepada kami dalam keadaan tunduk terhadap syari’at Islam. Kami akan memperlakukan kalian berdasarkan apa yang kita sepakati bersama di setiap tahunnya untuk seterusnya selama kami dan kalian ada. Kami akan memerangi siapa saja yang memusuhi dan menantang kalian terkait tanah, keselamatan jiwa dan harta kalian. Kami lakukan itu untuk kalian karena kalian berada dalam jaminan kami, dan kalian punya hak dalam perjanjian yang wajib kami tepati. Tapi jika kalian enggan, maka antara kita hanya ada penentuan melalui perang hingga kami mati semua atau kami mengalahkan kalian. Inilah agama kami yang kami yakini, dan kami tidak boleh menempuh langkah lain di dalamnya. Maka pikirkanlah keputusan untuk diri kalian._

Raja Muqauqis berkata kepada beliau: _Yang kalian mau tidak lain adalah menjadikan kami sebagai orang-orang kalian, sampai hari kiamat ini tidak akan mungkin terjadi!_ Ubadah berkata: _Itulah adanya, silahkan pilih mana yang anda mau._ Muqauqis: _Tidakkah kalian mau menerima alternatif pilihan selain tiga perkara ini?_ Maka ‘Ubadah mengangkat kedua tangan beliau, dan berkata: _Demi Allah Tuhan langit, bumi, dan segala sesuatu, kalian tidak punya pilihan lain selain itu. Maka tentukan pilihan kalian.”_ (Jalaluddin al-Suyuthi, Husn al-Muhâdharah fî Târîkh Mishr wa al-Qâhirah, juz 1 hlm 113-114)

Di situ jelas bahwa tiga pilihan tersebut adalah “harga mati” yang tidak bisa ditawar lagi. Ia adalah amanat Rasulullah saw bagi kaum muslim sepeninggal beliau untuk selalu diterapkan hingga hari kiamat tiba, dan bagi kaum kafir dipersilahkan untuk memilih; apakah mau masuk Islam, atau mau tetap kafir dengan membayar jizyah, atau bahkan menghendaki perang.

Tentu umat Islam sangat berharap mereka memilih pilihan yang pertama, yaitu masuk Islam tanpa ada peperangan. Akan tetapi, umat Islam tidak bisa memaksa kaum kafir memilih yang mana. Keputusan memilih sepenuhnya ada di tangan kaum kafir, dan manapun yang menjadi pilihan mereka umat Islam harus siap menghadapinya. _“Apapun dari ketiganya yang mereka pilih maka kamu harus menerimanya”_ begitu pesan Nabi saw.

Tidak bisa dikatakan bahwa kaum muslim memaksa mereka masuk Islam dengan ancaman perang, karena ada opsi yang dengan memilihnya mereka bisa tetap dalam kekafirannya jika memang tidak mau masuk Islam. Yaitu dengan membayar jizyah dan tunduk sebagai Kafir Dzimmi. Kalaupun yang mereka pilih adalah perang, maka itu kemauan mereka sendiri, bukan kemauan umat Islam.

Dan yang perlu digaris bawahi tebal-tebal adalah, bahwa tiga pilihan tersebut bukan kreasi umat Islam sendiri. Bukan pula hasil karangan Muhammad bin Abdillah sebagai manusia. Akan tetapi itu adalah ketentuan syari’at dari Allah swt yang telah mengutus beliau. Kaum muslim hanya menjalankannya sebagai bagian dari konsep sistem khilafah dari masa ke-masa, yakni terkait dengan prinsip politik luar-negerinya. Dan terbukti inilah cara mahahebat Allah swt dalam mengunggulkan Islam atas segala agama yang ada. Sehingga menjadi agama pengayom bukan yang diayomi, pemberi keputusan bukan yang diberi keputusan, menyebar rahmat dan pemakmur dunia dengan cahaya petunjuk ilahi bukan menyebab kerusakan dan kesesatan. Sebagaimana terkandung dalam ayat:

{ هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ } [التوبة: 33]

_“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan petunjuk dan agama yang benar, untuk Dia menangkan atas segala agama yang ada, walaupun kaum musyrik membencinya.”_ (QS. Al-Taubah [9]: 33)

Semoga kita tidak termasuk kaum musyrik yang tidak menyukai akan hal tersebut.

*Penaklukan Bukan Penjajahan*

Karena misi utama daripada jihad di atas adalah dakwah Islam, maka tentu terbalik akal orang-orang yang menyamakannya dengan penjajahan. Bisa dilihat dalam catatan sejarah, betapa penaklukan Islam dapat membawa kemakmuran dan kesejahteraan di wilayah-wilayah yang ditaklukkannya, dan semua itu dinikmati oleh warga setempat baik muslim maupun non-muslimnya. Di antara pengakuan akan keadilan dan kesejahteraan yang dirasakan non-muslim dalam naungan Islam dengan sistem khilafah-nya, adalah surat yang dikirim oleh kaum nasrani Syam kepada sahabat Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah ra pada tahun 13 H:

يا معشر المسلمين أنتم أحب إلينا من الروم وإن كانوا على ديننا ، أنتم أوفى لنا وأرأف بنا وأكف عن ظلمنا وأحسن ولاية علينا.

_“Wahai kaum muslim, kalian lebih kami cintai daripada bangsa Romawi meskipun mereka seagama dengan kami. Kalian lebih menepati janji, lebih berbelas-kasih terhadap kami, lebih bersikap adil terhadap kami, dan lebih baik dalam memerintah kami.”_ (al-Baladzuri, Futûh al-Buldân, hlm 139)

Dan banyak lagi keterangan serupa dapat dibaca di banyak referensi. Di antaranya sebagaimana telah dihimpun oleh Dr. Abdullah bin Ibrahim al-Luhaidan dalam karyanya Samâhah al-Islâm fî Mu’âmalah Ghayr al-Muslimîn.

Ini 180° berbeda dengan penjajahan. Yang faktanya selalu mengeksploitasi kekayaan negeri jajahan untuk dinikmati pihak penjajahnya, serta memiskinkan, memperbudak, mengusir atau bahkan kalau perlu membantai warga aslinya. Sebagaimana penjajahan Belanda atas Indonesia, kaum zionis Israel atas Palestina, bangsa kulit putih atas kulit hitam di AS, dan lain sebagainya.

Islam tidak hanya sebatas memakmurkan wilayah yang ditaklukkan dan menyejahterakan penduduknya. Karena dengan penaklukan tersebut Islam diterapkan sebagai sistem kehidupan, termasuk dalam bernegara, maka banyak warga non-muslim melihat keindahan Islam dan akhirnya dengan suka-rela masuk Islam. Sebagaimana masuk Islam nya seorang Nasrani di masa kekhilafahan ‘Umar bin Khaththab ra karena telah dibela sang khalifah atas perilaku zalim seorang walinya; juga berislamnya seorang Yahudi di masa kekhilafahan ‘Ali bin Abi Thalib ra karena kasusnya dimenangkan secara adil oleh al-Qadhi Syuraikh padahal lawan sengketanya tidak lain adalah sang khalifah sendiri, dan banyak lagi. Inilah dakwah bil-hâl (dengan praktik langsung) sebenarnya yang diperankan oleh khilafah dengan penerapan syari’at Islam secara menyeluruh atas umat atau wilayah yang ditaklukkannya. Sebagaimana pepatah arab mengatakan:

لسان الحال أفصح من لسان المقال

_"Ajakan melalui praktik itu lebih kuat pengaruhnya daripada ajakan secara lisan semata."_

Adakah sistem yang seindah, seteratur, dan secermat sistem Islam ini? Kenapa ada manusia-manusia jahat yang berusaha mengkriminalisasi ajarannya, dalam hal ini Jihad dengan menyamakannya dengan penjajahan? Apakah tidak mungkin justru merekalah penyambung lidah para penjajah yang sebenarnya, dari kalangan kaum kapitalis yang merasa terancam kepentingannya dengan tegaknya syari’at yang anti terhadap penjajahan, yaitu Khilafah yang akan menerapkan jihad offensive menyebarkan islam sebagai _rahmat[an] lil-‘âlamîn_? _Wallâhu ta’âlâ a’lam._ Mari kita pelihara otak kita agar selalu berfikir. _[af]_

Monday, June 11, 2018

HUKUM SHOLAT JUM’AT BERSAMAAN DENGAN HARI RAYA

HUKUM SHOLAT JUM’AT BERSAMAAN DENGAN HARI RAYA (IDUL FITRI / IDUL ADHA)
Oleh : KH. M. Shiddiq Al Jawi

1. Pendahuluan

Seperti kita ketahui, terkadang hari raya Idul Fitri atau Idul Adha jatuh pada hari Jumat. Misalnya saja yang terjadi pada tahun 2009, Idul Adha tanggal 10 Dzulhijjah 1430 H jatuh pada hari Jumat 27 Nopember 2009. Di sinilah mungkin di antara kita ada yang bertanya, apakah sholat Jumat masih diwajibkan pada hari raya? Apakah kalau seseorang sudah sholat Ied berarti boleh tidak sholat Jumat? Tulisan ini berusaha menjawab pertanyaan semacam itu dengan melakukan penelusuran pendapat ulama, dalil-dalilnya, dan pentarjihan (mengambil yang terkuat) dari dalil-dalil tersebut.

Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum shalat Jumat yang jatuh bertepatan dengan hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha. Dalam kitab Rahmatul Ummah fi Ikhtilaf Al A`immah karya Imam Ad Dimasyqi, disebutkan bahwa :

“Apabila hari raya bertepatan dengan hari Jumat, maka menurut pendapat Imam Asy Syafi’i yang shahih, bahwa shalat Jumat tidak gugur dari penduduk kampung yang mengerjakan shalat Jumat. Adapun bagi orang yang datang dari kampung lain, gugur Jumatnya. Demikian menurut pendapat Imam Asy Syafi’i yang shahih. Maka jika mereka telah shalat hari raya, boleh bagi mereka terus pulang, tanpa mengikuti shalat Jumat. Menurut pendapat Imam Abu Hanifah, bagi penduduk kampung wajib shalat Jumat. Menurut Imam Ahmad, tidak wajib shalat Jumat baik bagi orang yang datang maupun orang yang ditempati shalat Jumat. Kewajiban shalat Jumat gugur sebab mengerjakan shalat hari raya. Tetapi mereka wajib shalat zhuhur. Menurut ‘Atha`, zhuhur dan Jumat gugur bersama-sama pada hari itu. Maka tidak ada shalat sesudah shalat hari raya selain shalat Ashar.”

Ad Dimasyqi tidak menampilkan pendapat Imam Malik. Ibnu Rusyd dalam kitabnya Bidayatul Mujtahid menyatakan pendapat Imam Malik sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah. Disebutkannya bahwa,“Imam Malik dan Abu Hanifah berpendapat,”Jika berkumpul hari raya dan Jumat, maka mukallaf dituntut untuk melaksanakannya semuanya….”

Berdasarkan keterangan di atas, jelaslah bahwa dalam masalah ini terdapat 4 (empat) pendapat :

Pertama, shalat Jumat tidak gugur dari penduduk kota (ahlul amshaar / ahlul madinah) yang di tempat mereka diselenggarakan shalat Jumat. Sedang bagi orang yang datang dari kampung atau padang gurun (ahlul badaawi / ahlul ‘aaliyah), yang di tempatnya itu tidak dilaksanakan shalat Jumat, gugur kewajiban shalat Jumatnya. Jadi jika mereka –yakni orang yang datang dari kampung — telah shalat hari raya, boleh mereka terus pulang, tanpa mengikuti shalat Jumat. Inilah pendapat Imam Syafi’i. Ini pula pendapat Utsman dan Umar bin Abdul Aziz.

Kedua, shalat Jumat wajib tetap ditunaikan, baik oleh penduduk kota yang ditempati shalat Jumat maupun oleh penduduk yang datang dari kampung. Ini pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik. Jadi, shalat Jumat tetap wajib dan tidak gugur dengan ditunaikannya shalat hari raya.

Ketiga, tidak wajib shalat Jumat baik bagi orang yang datang maupun bagi orang yang ditempati shalat Jumat. Tetapi mereka wajib shalat zhuhur. Demikian pendapat Imam Ahmad.

Keempat, zhuhur dan Jumat gugur sama-sama gugur kewajibannya pada hari itu. Jadi setelah shalat hari raya, tak ada lagi shalat sesudahnya selain shalat Ashar. Demikian pendapat ‘Atha` bin Abi Rabbah. Dikatakan, ini juga pendapat Ibnu Zubayr dan ‘Ali.

2.Pendapat Yang Rajih

Kami mendapatkan kesimpulan, bahwa pendapat yang rajih (kuat) adalah pendapat Imam Ahmad bin Hanbal, rahimahullah. Rincian hukumnya adalah sebagai berikut:

Hukum Pertama, jika seseorang telah menunaikan shalat hari raya -yang jatuh bertepatan dengan hari Jumat- gugurlah kewajiban atasnya untuk menunaikan shalat Jumat. Dia boleh melaksanakan shalat Jumat dan boleh juga tidak.

Hukum Kedua, bagi mereka yang telah menunaikan shalat hari raya tersebut, lebih utama dan disunnahkan tetap melaksanakan shalat Jumat.

Hukum Ketiga, jika orang yang telah menunaikan shalat hari raya tersebut memilih untuk tidak menunaikan shalat Jumat, wajib melaksanakan shalat zhuhur, tidak boleh meninggalkan zhuhur.

Hukum Keempat, mereka yang pada pagi harinya tidak melaksanakan shalat hari raya, wajib atasnya untuk menunaikan shalat Jumat, tidak dibenarkan baginya untuk meninggalkan shalat Jumat.

Keterangan mengenai masing-masing hukum tersebut akan diuraikan pada poin berikutnya, Insya Allah.

2.1. Keterangan Hukum Pertama

Mengenai gugurnya kewajiban shalat Jumat bagi mereka yang sudah melaksanakan shalat hari raya, dalilnya adalah hadits-hadits Nabi SAW yang shahih, antara lain yang diriwayatkan dari Zayd bin Arqam RA bahwa dia berkata :

صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِي الْجُمُعَةِ فَقَالَ مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ

“Nabi SAW melaksanakan shalat Ied (pada suatu hari Jumat) kemudian beliau memberikan rukhshah (kemudahan/keringanan) dalam shalat Jumat. Kemudian Nabi berkata,’Barangsiapa yang berkehendak (shalat Jumat), hendaklah dia shalat.” (HR. Al Khamsah, kecuali At Tirmidzi. Hadits ini menurut Ibnu Khuzaimah, shahih).

Diriwayatkan dari Abu Hurayrah RA bahwa Nabi SAW bersabda :

قَدْ اجْتَمَعَ فِي يَوْمِكُمْ هَذَا عِيدَانِ فَمَنْ شَاءَ أَجْزَأَهُ مِنْ الْجُمُعَةِ وَإِنَّامُجَمِّعُونَ

“Sungguh telah berkumpul pada hari kalian ini dua hari raya. Maka barangsiapa berkehendak (shalat hari raya), cukuplah baginya shalat hari raya itu, tak perlu shalat Jumat lagi. Dan sesungguhnya kami akan mengerjakan Jumat.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah dan Al Hakim juga meriwayatkan hadits ini dari sanad Abu Shalih, dan dalam isnadnya terdapat Baqiyah bin Walid, yang diperselisihkan ulama. Imam Ad Daruquthni menilai, hadits ini shahih. Ulama hadits lain menilainya hadits mursal).

Hadits-hadits ini merupakan dalil bahwa shalat Jumat setelah shalat hari raya, menjadi rukhshah. Yakni, maksudnya shalat Jumat boleh dikerjakan dan boleh tidak. Pada hadits Zayd bin Arqam di atas (hadits pertama) Nabi SAW bersabda “tsumma rakhkhasha fi al jumu’ati” (kemudian Nabi memberikan rukhshash dalam [shalat] Jumat). Ini menunjukkan bahwa setelah shalat hari raya ditunaikan, shalat hari raya menjadi rukhshah (kemudahan/keringanan).

Menurut Syaikh Taqiyuddin An Nabhani, rukhshah adalah hukum yang disyariatkan untuk meringankan hukum azimah (hukum asal) karena adanya suatu udzur (halangan), disertai tetapnya hukum azimah namun hamba tidak diharuskan mengerjakan rukshshah itu.

Jadi shalat Jumat pada saat hari raya, menjadi rukhshah, karena terdapat udzur berupa pelaksanaan shalat hari raya. Namun karena rukhshah itu tidak menghilangkan azimah sama sekali, maka shalat Jumat masih tetap disyariatkan, sehingga boleh dikerjakan dan boleh pula tidak dikerjakan.

Hal ini diperkuat dan diperjelas dengan sabda Nabi dalam kelanjutan hadits Zayd bin Arqam di atas “man syaa-a an yushalliya falyushalli” (barangsiapa yang berkehendak [shalat Jumat], hendaklah dia shalat). Ini adalah manthuq (ungkapan tersurat) hadits. Mafhum mukhalafah (ungkapan tersirat kebalikan yang tersurat) dari hadits itu -dalam hal ini berupa mafhum syarat, karena ada lafazh “man” sebagai syarat- adalah “barangsiapa yang tidak berkehendak shalat Jumat, maka tidak perlu shalat Jumat.”

Kesimpulannya, orang yang telah menjalankan shalat hari raya, gugurlah kewajiban atasnya untuk menunaikan shalat Jumat. Dia boleh menunaikan shalat Jumat dan boleh juga tidak.

Mungkin ada pertanyaan, apakah gugurnya shalat Jumat ini hanya untuk penduduk kampung/desa (ahlul badaawi atau ahlul ‘aaliyah) –yang di tempat mereka tidak diselenggarakan shalat Jumat– sedang bagi penduduk kota (ahlul amshaar / ahlul madinah) yang di tempat mereka diselenggarakan shalat Jumat– tetap wajib shalat Jumat ?

Yang lebih tepat menurut kami, gugurnya kewajiban shalat Jumat ini berlaku secara umum, baik untuk penduduk kampung/desa maupun penduduk kota. Yang demikian itu karena nash-nash hadits di atas bersifat umum, yaitu dengan adanya lafahz “man” (barangsiapa/siapa saja) yang mengandung arti umum, baik ia penduduk kampung maupun penduduk kota. Dan lafazh umum tetap dalam keumumannya selama tidak terdapat dalil yang mengkhususkannya. Dalam hal ini tidak ada dalil yang mengkhususkan (takhsis) keumumannya, maka tetaplah lafazh “man” dalam hadits-hadits di atas berlaku secara umum. (Lihat Imam Syaukani, Nailul Authar, 2/273)

2.2.Keterangan Hukum Kedua

Bagi mereka yang sudah shalat hari raya, mana yang lebih utama (afdhal), menunaikan shalat Jumat ataukah meninggalkannya ? Pada dasarnya, antara azimah (hukum asal) dan rukhshah kedudukannya setara, tak ada yang lebih utama daripada yang lain, kecuali terdapat nash yang menjelaskan keutamaan salah satunya, baik keutamaan azimah maupun rukhshah.

Namun dalam hal ini terdapat nash yang menunjukkan keutamaan shalat Jumat daripada meninggalkannya. Pada hadits Abu Hurayrah RA (hadits kedua) terdapat sabda Nabi “innaa mujammi’uun” (Dan sesungguhnya kami akan mengerjakan Jumat).

Ini menunjukkan bahwa meskipun Nabi SAW menjadikan shalat Jumat sebagai rukhshah, yakni boleh dikerjakan dan boleh tidak, akan tetapi Nabi Muhammad SAW faktanya tetap mengerjakan shalat Jumat. Hanya saja perbuatan Nabi SAW ini tidak wajib, sebab Nabi SAW sendiri telah membolehkan untuk tidak shalat Jumat. Jadi, perbuatan Nabi SAW itu sifatnya sunnah, tidak wajib.

2.3.Keterangan Hukum Ketiga

Jika orang yang sudah shalat hari raya memilih untuk meninggalkan shalat Jumat, wajibkah ia shalat zhuhur ? Jawabannya, dia wajib shalat zhuhur, tidak boleh meninggalkannya.

Wajibnya shalat zhuhur itu, dikarenakan nash-nash hadits yang telah disebut di atas, hanya menggugurkan kewajiban shalat Jumat, tidak mencakup pengguguran kewajiban zhuhur. Padahal, kewajiban shalat zhuhur adalah kewajiban asal (al fadhu al ashli), sedang shalat Jumat adalah hukum pengganti (badal), bagi shalat zhuhur itu. Maka jika hukum pengganti (badal) -yaitu shalat Jumat- tidak dilaksanakan, kembalilah tuntutan syara’ kepada hukum asalnya, yaitu shalat zhuhur. Yang demikian itu adalah mengamalkan Istish-hab, yaitu kaidah hukum untuk menetapkan berlakunya hukum asal, selama tidak terdapat dalil yang mengecualikan atau mengubah berlakunya hukum asal.

Dengan demikian, jika seseorang sudah shalat hari raya lalu memilih untuk meninggalkan shalat Jumat, maka ia wajib melaksanakan shalat zhuhur.

2.4. Keterangan Hukum Keempat

Mereka yang pada pagi harinya tidak melaksanakan shalat hari raya, wajib atasnya untuk tetap menunaikan shalat Jumat. Tidak dibenarkan baginya untuk meninggalkan shalat Jumat. Dengan kata lain, rukhshah untuk meninggalkan shalat Jumat ini khusus untuk mereka yang sudah melaksanakan shalat hari raya. Mereka yang tidak melaksanakan shalat hari raya, tidak mendapat rukhshah, sehingga konsekuensinya tetap wajib hukumnya shalat Jumat.

Dalilnya adalah hadits Abu Hurayrah (hadits kedua) dimana Nabi SAW bersabda *”fa man syaa-a, ajza-a-hu ‘anil jumu’ati” (Maka barangsiapa yang berkehendak [shalat hari raya], cukuplah baginya shalat hari raya itu, tak perlu shalat Jumat lagi). Ini adalah manthuq hadits. Mafhum mukhalafah-nya, yakni orang yang tak melaksanakan shalat hari raya, ia tetap dituntut menjalankan shalat Jumat.

Imam Ash Shan’ani dalam Subulus Salam ketika memberi syarah (penjelasan) terhadap hadits di atas berkata : “Hadits tersebut adalah dalil bahwa shalat Jumat -setelah ditunaikannya shalat hari raya– menjadi rukhshah. Boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Tetapi (rukhshah) itu khusus bagi orang yang menunaikan shalat Ied, tidak mencakup orang yang tidak menjalankan shalat Ied.” (Imam Shan’ani, Subulus Salam, 2/112)

Jadi, orang yang tidak melaksanakan shalat hari raya, tidak termasuk yang dikecualikan dari keumuman nash yang mewajibkan shalat Jumat. Yang dikecualikan dari keumuman nash itu adalah yang telah shalat hari raya. Maka dari itu, orang yang tidak shalat hari raya, tetap wajib atasnya shalat Jumat.

3.Meninjau Pendapat Lain

3.1.Pendapat Imam Syafi’i

Pada dasarnya, Imam Syafii tetap mewajibkan shalat Jumat yang jatuh bertepatan pada hari raya. Namun beliau menetapkan kewajiban tersebut hanya berlaku bagi penduduk kota (ahlul madinah/ahlul amshaar). Adapun penduduk desa/kampung atau penduduk padang gurun (ahlul badawi) yang datang ke kota untuk shalat Ied (dan shalat Jumat), sementara di tempatnya tidak diselenggarakan shalat Jumat, maka mereka boleh tidak mengerjakan shalat Jumat.

Sebenarnya Imam Syafi’i berpendapat seperti itu karena menurut beliau, hadits-hadits yang menerangkan gugurnya kewajiban shalat Jumat pada hari raya bukanlah hadits-hadits shahih. Sehingga beliau pun tidak mengamalkannya. Inilah dasar pendapat Imam Syafi’i. Menanggapi pendapat Imam Syafi’i tersebut, Imam Ash Shan’ani dalam Subulus Salam berkata :  “Asy Syafi’i dan segolongan ulama berpendapat bahwa shalat Jumat tidak menjadi rukhshah. Mereka berargumen bahwa dalil kewajiban shalat Jumat bersifat umum untuk semua hari (baik hari raya maupun bukan). Sedang apa yang disebut dalam hadits-hadits dan atsar-atsar (yang menjadikan shalat Jumat sebagai rukhshah) tidaklah cukup kuat untuk menjadi takhsis (pengecualian) kewajiban shalat Jumat, sebab sanad-sanad hadits itu telah diperselisihkan oleh ulama. Saya (Ash Shan’ani) berkata,’Hadits Zayd bin Arqam telah dinilai shahih oleh Ibnu Khuzaimah…maka hadits tersebut dapat menjadi takhsis (pengecualian)…” (Imam Shan’ani, Subulus Salam, 2/112).

Dengan demikian, jelaslah bahwa Imam Syafi’i tidak menilai hadits Zayd bin Arqam tersebut sebagai hadits shahih, sehingga beliau tidak menjadikannya sebagai takhsis yang menggugurkan kewajiban shalat Jumat. Beliau kemudian berpegang kepada keumuman nash yang mewajibkan shalat Jumat pada semua hari (QS Al Jumu’ah ayat 9), baik hari raya maupun bukan. Tapi, Imam Ash Shan’ani menyatakan, bahwa hadits Zayd bin Arqam adalah shahih menurut Ibnu Khuzaimah.

Dalam hal ini patut kiranya ditegaskan, bahwa penolakan Imam Syafi’i terhadap hadits Zayd bin Arqam tidaklah mencegah kita untuk menerima hadits tersebut. Penolakan Imam Syafi’i terhadap hadits Zayd bin Arqam itu tidak berarti hadits tersebut –secara mutlak– tertolak (mardud). Sebab sudah menjadi suatu kewajaran dalam penilaian hadits, bahwa sebuah hadits bisa saja diterima oleh sebagian muhaddits, sedang muhaddits lain menolaknya. Dalam kaitan ini Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dalam Al-Syakhshiyyah Al-Islamiyah Juz I berkata : “…(kita tidak boleh cepat-cepat menolak suatu hadits) hanya karena seorang ahli hadits tidak menerimanya, karena ada kemungkinan hadits itu diterima oleh ahli hadits yang lain. Kita juga tidak boleh menolak suatu hadits karena para ahli hadits menolaknya, karena ada kemungkinan hadits itu digunakan hujjah oleh para imam atau umumnya para fuqaha… ”

Maka dari itu, kendatipun hadits Zayd bin Arqam ditolak oleh Imam Syafi’i, tidak berarti kita tidak boleh menggunakan hadits tersebut sebagai dalil syar’i. Sebab faktanya ada ahli hadits lain yang menilainya sebagai hadits shahih, yakni Imam Ibnu Khuzaimah, sebagaimana penjelasan Imam Ash Shan’ani. Jadi, beristidlal dengan hadits Zayd bin Arqam tersebut tetap dibenarkan, sehingga hukum yang didasarkan pada hadits tersebut adalah tetap berstatus hukum syar’i.

3.2.Pendapat Imam Malik dan Abu Hanifah

Imam Malik dan Abu Hanifah tetap mewajibkan shalat Jumat, baik bagi penduduk kota (ahlul madinah/ahlul amshaar) maupun penduduk desa/kampung atau penduduk padang gurun (ahlul badawi). Ibnu Rusyd menjelaskan argumentasi kedua Imam tersebut :  “Imam Malik dan Abu Hanifah berkata, ‘Shalat hari raya adalah sunnah, sedang shalat Jumat adalah fardhu, dan salah satunya tidak dapat menggantikan yang lainnya. Inilah yang menjadi prinsip asal (al ashlu) dalam masalah ini, kecuali jika terdapat ketetapan syara’, maka wajib merujuk kepadanya…”

Dari keterangan itu, nampak bahwa Imam Malik dan Abu Hanifah juga tidak menerima hadits-hadits yang menerangkan gugurnya shalat Jumat pada hari raya. Konsekuensinya, beliau berdua kemudian berpegang pada hukum asal masing-masing, yakni kesunnahan shalat Ied dan kewajiban shalat Jumat. Dasar pendapat mereka sebenarnya sama dengan pendapat Imam Syafi’i.

Namun demikian, beliau berdua memberikan perkecualian, bahwa hukum asal tersebut dapat berubah, jika terdapat dalil syar’i yang menerangkannya.

Atas dasar itu, karena terdapat hadits Zayd bin Arqam (yang shahih menurut Ibnu Khuzaimah) atau hadits Abu Hurayrah RA (yang shahih menurut Ad Daraquthni), maka sesungguhnya hadits-hadits tersebut dapat menjadi takhsis hukum asal shalat Jumat, yakni yang semula wajib kemudian menjadi rukhshah (tidak wajib).

Dengan demikian, yang berlaku kemudian adalah hukum setelah ditakhsis, bukan hukum asalnya, yakni bahwa shalat Jumat itu menjadi rukhshah bagi mereka yang menunaikan shalat hari raya, dan statusnya menjadi tidak wajib. Inilah pendapat yang lebih tepat.

3.3.Pendapat ‘Atha bin Abi Rabah

‘Atha bin Abi Rabbah berpendapat bahwa jika hari Jumat bertepatan dengan hari raya, maka shalat Jumat dan zhuhur gugur semuanya. Tidak wajib shalat apa pun pada hari itu setelah shalat hari raya melainkan shalat ‘Ashar.

Imam Ash’ani menjelaskan bahwa pendapat ‘Atha` tersebut didasarkan pada 3 (tiga) alasan, yaitu :

Pertama, berdasarkan perbuatan sahabat Ibnu Zubayr RA sebagaimana diriwayatkan Imam Abu Dawud, bahwasanya :

عِيدَانِ اجْتَمَعَا فِي يَوْمٍ وَاحِدٍ فَجَمَعَهُمَا جَمِيعًا فَصَلَّاهُمَا رَكْعَتَيْنِبُكْرَةً لَمْ يَزِدْ عَلَيْهِمَا حَتَّى صَلَّى الْعَصْرَ

“Dua hari raya (hari raya dan hari Jumat) telah berkumpul pada satu hari yang sama. Lalu dia (Ibnu Zubayr) mengumpulkan keduanya dan melakukan shalat untuk keduanya sebanyak dua rakaat pada pagi hari. Dia tidak menambah atas dua rakaat itu sampai dia mengerjakan shalat Ashar.” (HR Abu Dawud).

Kedua, shalat Jumat adalah hukum asal (al ashl) pada hari Jumat, sedang shalat zhuhur adalah hukum pengganti (al badal) bagi shalat Jumat. Maka dari itu, jika hukum asal telah gugur, otomatis gugur pulalah hukum penggantinya.

Ketiga, yang zhahir dari hadits Zayd bin Arqam, bahwa Rasul SAW telah memberi rukhshah pada shalat Jumat. Namun Rasul SAW tidak memerintahkan untuk shalat zhuhur bagi orang yang tidak melaksanakan shalat Jumat.

Demikianlah alasan pendapat ‘Atha` bin Abi Rabbah. Imam Ash Shan’ani tidak menerima pendapat tersebut dan telah membantahnya. Menurut beliau, bahwa setelah shalat hari raya Ibnu Zubayr tidak keluar dari rumahnya untuk shalat Jumat di masjid, tidaklah dapat dipastikan bahwa Ibnu Zubayr tidak shalat zhuhur. Sebab ada kemungkinan (ihtimal) bahwa Ibnu Zubayr shalat zhuhur di rumahnya. Yang dapat dipastikan, kata Imam Ash Shan’ani, shalat yang tidak dikerjakan Ibnu Zubayr itu adalah shalat Jumat, bukannya shalat zhuhur.

Untuk alasan kedua dan ketiga, Imam Ash Shan’ani menerangkan bahwa tidaklah benar bahwa shalat Jumat adalah hukum asal (al ashl) sedang shalat zhuhur adalah hukum pengganti (al badal). Yang benar, justru sebaliknya, yaitu shalat zhuhur adalah hukum asal, sedang shalat Jumat merupakan penggantinya. Sebab, kewajiban shalat zhuhur ditetapkan lebih dahulu daripada shalat Jumat. Shalat zhuhur ditetapkan kewajibannya pada malam Isra’ Mi’raj, sedang kewajiban shalat Jumat ditetapkan lebih belakangan waktunya (muta`akhkhir). Maka yang benar, shalat zhuhur adalah hukum asal, sedang shalat Jumat adalah penggantinya. Jadi jika shalat Jumat tidak dilaksanakan, maka wajiblah kembali pada hukum asal, yakni mengerjakan shalat zhuhur. (Imam Shan’ani, Subulus Salam, 2/112)

4.Kesimpulan

Dari seluruh uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa jika hari raya bertepatan dengan hari Jumat, hukumnya adalah sebagai berikut :

Pertama, jika seseorang telah menunaikan shalat hari raya (Ied), gugurlah kewajiban shalat Jumat atasnya. Dia boleh melaksanakan shalat Jumat dan boleh juga tidak. Namun, disunnahkan baginya tetap melaksanakan shalat Jumat.

Kedua, jika orang yang telah menunaikan shalat hari raya tersebut memilih untuk tidak menunaikan shalat Jumat, wajib atasnya melaksanakan shalat zhuhur. Tidak boleh dia meninggalkan zhuhur.

Ketiga, adapun orang yang pada pagi harinya tidak melaksanakan shalat hari raya, wajib atasnya shalat Jumat. Tidak dibenarkan baginya untuk meninggalkan shalat Jumat. Tidak boleh pula dia melaksanakan shalat zhuhur.

Demikianlah hasil pentarjihan kami untuk masalah ini sesuai dalil-dalil syar’i yang ada. Wallahu a’lam.

= = =

*M. Shiddiq Al Jawi, S.Si, MSI, adala Pengasuh Pondok Pesantren Hamfara Yogyakarta.

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Muhammad Husain. 1995. Al Wadhih fi Ushul Al Fiqh. Cetakan Kedua. Beirut : Darul Bayariq. 417 hal.

Abu Abdillah As-Sa’dun, Ijtima’ Al-I’dayni, (Riyadh : t.p.), t.t. 12 hal.

Abu Hafsh Ar-Rahmani, Tsalatsu Masa`il Fiqhiyyah, (t.t.p. : t.p.), t.t. 33 hal.

Ad Dimasyqi, Muhammad bin Abdurrahman Asy Syafi’i. 1993. Rohmatul Ummah (Rahmatul Ummah Fi Ikhtilafil A`immah). Terjemahan oleh Sarmin Syukur dan Luluk Rodliyah. Cetakan Pertama. Surabaya : Al Ikhlas. 554 hal.

Ash Shan’ani, Muhammad bin Ismail Al Kahlani. Tanpa Tahun. Subulus Salam. Juz II. Bandung : Maktabah Dahlan. 224 hal.

Ash Shiddieqi, T.M. Hasbi. 1981. Koleksi Hadits Hukum (Al Ahkamun Nabawiyah). Jilid IV. Cetakan Kedua. Bandung : PT. Alma’arif. 379 hal.

An Nabhani, Taqiyuddin. 1953. Asy Syakhshiyah Al Islamiyah. Juz Ketiga (Ushul Fiqh). Cetakan Kedua. Al Quds : Min Mansyurat Hizb Al Tahrir. 492 hal.

———-. 1994. Asy Syakhshiyah Al Islamiyah. Juz Pertama. Cetakan Keempat. Beirut : Darul Ummah. 407 hal.

Ibnu Khalil, ‘Atha`. 2000. Taisir Al Wushul Ila Al Ushul. Cetakan Ketiga. Beirut : Darul Ummah. 310 hal.

Ibnu Rusyd. 1995. Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid, Juz I. Beirut : Daarul Fikr. 399 hal.

Raghib, Ali. 1991. Ahkamush Shalat. Cetakan Pertama. Beirut : Daar An Nahdhah Al Islamiyah.132 hal.

Sabiq, Sayyid. 1987. Fikih Sunnah (Fiqhus Sunnah), Jilid 2. Cetakan Ketujuhbelas. Terjemahan oleh Mahyuddin Syaf. Bandung : PT. Al Ma’arif. 229 hal

Syirbasyi, Ahmad. 1987. Himpunan Fatwa (Yas`alunaka fi Ad Din wa Al Hayah). Terjemahan oleh Husein Bahreisj. Cetakan Pertama. Surabaya : Al Ikhlas. 598 hal